Al-Wara’
Oleh: Wildan El Mazir (U20162022)
Kata Al-Wara’
secara harfiah berarti shaleh, menjauhkan diri dari segala tindakan yang berbau
tidak baik atau dosa. Bagi kaum sufi, Al-Wara’ dimaknai sebagai suatu tindakan
manusia yang selalu menjauhi perilaku-perilaku yang di dalamnya terdapat Subhat;
yakni sesuatu yang mengandung keragu-raguan antara halal dan haram.
Dalam pandangan
para sufi, sesuatu yang haram akan menyebabkan noda hitam di dalam hati yang
pada akhirnya dapat mematikan hati yang karenanya tidak dapat behubungan dan
dekat dengan Allah. Karena itu, para sufi pun sangat berhati-hati, sesuatu yang
memang tidak jelas kehalalan dan keharamannya pun musti ditinggalkan.
Ibrahim bin Adham
mengatakan:
الورع ترك كل شبهة وترك مالا ىعنىك وهو ترك الفضلا ت
Artinya;
“Wara’ adalah meninggalkan setiap yang berbau syubhat dan
meninggalkan apa yang tidak perlu, yaitu meninggalkan berbagai macam
kesenangan. ”
Dari engertian ini
sudah terlihat bahwa Wara’ bukan saja meninggalkan yang syubhat tetapi juga
berbagai kenikmatan yang halal yang dianggap tidak penting.
Pemahaman semacam
ini dilandasi pada
sebuah sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadits berikut ini:
عن ا لحسن بن علي رضى لله عنها قا ل، حفظت من رسو لله عليه وسلم دع ما
يريبك الي ما يريبك. رواه الترمذى
Artinya;
“Dari Husain bin ali r.a. ia berkata; Saya selalu ingat pada sabda
Nabi Muhammad SAW, yaitu; Tinggalkan hal yang meragukannmu dan kerjakanlah
sesuatu yang tidak meragukanmu. (HR. Titmidzi )
Dalam kehidupan
sehari-hari perilaku Wara’ sufi ini akan terlihat dari prilaku mereka yang
tidak tersedia makan dan minum sembarangan tempat, tidak jelas halal haramnya,
serta tidak tahu sumbernya. Semua kehati-hatian seperti ini mereka lakukan karena
mereka sangat percaya, bahwa apapu yang dimakan seseorang akan memengaruhi
seseorang yang memakannya. Oleh karena itu, para sufi sangat berhati-hati dalam
memilih dan menentuka jenis makanan yang akan dimakannya agar hati tidak
menjajadi gelap dank eras sehingga sulit untuk bisa dekat dengan Tuhan Maha
Pencipta.
Sebab hal itulah,
para sufi sangat menakuti dan menjauhi hal yang syubhat karena akan menjadikan
hatinya kotor sehingga menghalangi pencarian nur Ilahi pada dirinya.
Sebagaimana
diketahui bersama bahwa sifat Zuhud merupakan bagian yang dapat mendekatkan
hamba dengan Allah SWT. begitu pula Wara’ lebih dekat pada kehati-hatian dan
mawas sendiri dari segala makanan, minuman, dan pakaian yang diragui selain
haram.
Menjadikan perilaku Wara’ini
meniscayakan seseorang akan selalu memperhitungkan terhadap sekecil apapun keburukan dan kesyubhatan
yang dapat menghalangi kedekatannya dengan tuhan. Para sufi akan sangat kecewa
manakala hal-hal yang syubhat terutama makanan, minuman, pakaian dan sebagainya
menjadi penghalang baginya untuk mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.
Dengan demikian, perilaku Wara’ meniscayakan seseorang agar selalu
berhati-hati dalam pencaran nafkah dan pendirian fasilitas kebutuhan dasarnya,
seperti pangan dan sandang. Sikap kehati-hatian ini, memungkinkan seseorang
terhindar daaari sifat-sifat rakus, iri dan sebaganya yang pada akhirnya
terhindar dari segala sesuatu yang tidak sesuai dengan hikum agama.
Perintah untuk berlaku Sifat Wara’ ini juga ditemui dalam sabda
Rasulullah SAW yang berbunyi:
فمن اتقى من الشبها ت فقد استبرا من الحرام . رواه البخاري
Artinya;
“Maka siapa yang terbebas dari syubhat, maka sesungguhnya ia telah
terbebas dari yang haram. ” (HR. Bukhari)
Kemudian dari semua yang telah dibahas, sikap seperti ini juga
membawa konsekuensi besar dalam bentuk munculnya hasrat yang besar untuk
menaati perintah Allah Swt. dalam semua perbuatan. Menjadikan setiap hamba yang
bersikap seperti ini niscaya akan selalu dekat dengan Allah SWT.
Egitulah sekilas ulasan perihal sifat Wara’. Kemudian Imam Al-Ghazali berendapat bahwa
sikap Wara’ merupakan suatu pekerjaan dengan menahan diri dari larangan Allah.
Ada Tiga macam Wara’ dalam perspekrif Imam Al-Ghazali:
Pertama, Wara’ Shiddiqin; yaitu meninggalkansegala sesuatu
yang tidak ada dalil atau bukti yang menghlalkan hal tersebut.
Kedua, Wara’ Muttaqin: yaitu meninggalkan segala sesuatu
yang tidak mengandung syubhattetapi dikhawatirkan membawankepada sesuatu yang
haram.
Ketiga, Wara’Shalihin: yaitu meninggalkan segala sesuatuyang boleh
jadi hala atau haram. Tetapi belum tentu menyehatkan untuk badan.
Sebagai sedikit acuan, di sini ada beberapa contoh sebagai bahan
sebuah motivasi, bahwa dari suatu riwatyat, Hasan bin Sinan belum pernah tidur
telentang, belum pernah makan samin, belum pernah minum air dingin,. Suatu saat
ia bermimpi meninggal dunia. Dalam kondisi demikian ia ditanya oleh seseorang,
“Apa yang teah Allah berikan kepadamu?”
“Kebaikan. Hanya saja saya terhalang masuk surge kaena sebatang
jarumyang pernah saya pinjam tapi belum saya kembalikan. ” Jawabnya demikian.
Dari semua penjelasan yang telah terpaparkan, tentu sudah begitu
jelas bahwa seseorang yang bersikap Wara’ sangatlah utama di mata Allah.
Terlepas dari semua itu, banyak manfaat yang dapat dipetik dari sikap tersebut.
Di antaranya, --seseorang yang bersifat Wara’--
tentu akan terhindar dari adzab Allah SWT, mempunyai pikiran dan hati
yang tenang dan mendapat keridhaan Allah SWT yang mendorong melakukan hal yang
terus menambah pahala kebaikan.
Dari semua hal yang telah dibahas panjang lebar, dapat ditarik
kesimpulan bahwa Wara’ merupakan suatu tindakan manusia yang selalu menjauhi
perilaku-perilaku yang di dalamnya terdapat Subhat; yakni sesuatu yang
mengandung keragu-raguan antara halal dan haram. Dan melaksanakan sikap Wara’
tersebur merupakan suatu pekerjaan yang
terpuji, Sebagaimana Rasululah bersabda;
ان الحلال بين وان الحرم پين وما بنهماامور مشتهات لايعلمهن كثير من الناس، فمن
اتقى الشبها ت استبرا لدينه وعرضه
Artinya;
Sesungguhnya halal
itu jelas. Haram itu jelas. Dan di antara keduanya banyak kesyubhatan yang
kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang menjaga diri dari
hal-hal yang syubhat maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya.
17.02.2017
Daftar Pustaka
- Dr.
H. M. Jamil, MA. Akhlak Tasawuf. Ciputat 2013. Refrensi (Gaung Persada Press
Group).
-
Prof. Dr. Amril, MA. Akhlak Tasawuf
Meretas Jalan Menuju Akhlak Mulia. Bandung 2015. PT. Refika Aditama.
-
Http://www.Islam-Center.net/id/prinsip-prinsip-keislaman/pengertian-islam/125-sifat-wara.Html.
No comments:
Post a Comment