cabang-cabang ilmu hadits - SANTRI ENDONESA

Tiada Kata Terlambat Untuk Belajar

Breaking

Home Top Ad

W E L C O M E

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Wednesday, August 22, 2018

cabang-cabang ilmu hadits


10. Periwayatan Anak dari Bapak
            Periwayatan anak dari bapaknya ada dua macam, pertama, periwayatan anak dari bapaknya saja, dan yang demikian sangat banyak. Conroh yang masyhur adalah riwayat Abu al-Usyara’ dari bapaknya, “ Aku bertanya kepada Rasulullah saw. Apakah penyembelihan itu semata-mata pada tenggorokan dan leher” ?
            Abu al-Usyara’ tidak pernah disebut-sebut dalam sanad, kecuali dalam bentuk kunyah. Dan bapaknya tidak pernah disebut namanya dalam sanad hadits. Yang masyhur nama bapaknya adalah Usamah bin Malik bin Qihtham.
             Kedua, periwayatan anak dari bapaknya dari kakeknya. Dan yang demikian juga banyak jumlahnya. Akan tetapi, jenis yang pertama lebih banyak. Periwayatan seseorang dari bapaknya dari kakeknya adalah suatu hal yang dapat dibanggakan dan diinginkan oleh setiap rawi. Abul Qasim Manshur bin Muhammad al-Alawi berkata, “suatu sanad sebagiannya unggul dan sebagian yang lain mengungguli lainnya. “ pernyataan seseorang: haddatsani abi ‘an jaddi  adalah termasuk sanad yang mengungguli yakni mulia dan istimewa.
            Berikut adalah empat sanad yang termasuk jenis kedua:
1.      Amr bin Syu’aib bin Muhammad bin Abdillah Amr bin al-Ash dari bapaknya dari kakeknya. Hadits yang diriwayatkan dengan sanad ini terhimpun dalam suatu naskah yang cukup besar dan hadits-haditsnya hasan. Kebanyakan haditsnya menyangkut fikih.
2.      Bahz bin Hakim bin Muawiyah bin Haidah Al-Quraisyi dari bapaknya dati kakeknya. Hadits yang diriwayatkan dengan sanad ini terhimpun dalam naskah yang cukup dalam musnad imam ahmad, dan hadits-haditsnya hasan.
3.      Thalhah bin Musharrif bin Amr bin Ka’b al Yamani dari bapaknya dari kakeknya. Thalhah adalah periwayat yang tsiqat dan unggul. Kakeknya adalah Amr bin Ka’b. Ia adalah seorang sahabat menurut jumhur. Akan tetapi bapaknya Mushariff adalah orang yang majhul, haditsnya diriwayatkan oleh Abu Dawud.
4.      Katsir bin Abdillah bin Amr bin Auf al-Muzani dari bapaknya dari kakeknya. Hadits yang sanadnya demikian diriwayatkan oleh al-turmudzi sebanyak lima buah hadits yang dihukuminya hasan karena diperkuat dengan sanaad lain. Akan tetapi, banyak sekali dihukumi dhaif oleh kebanyakan muhaddits, bahkan mereka meninggalkan dan melemparnya, sementara yang lain membiarkannya.
Periwayatan anak dari bapak seperti ini perlu untuk diketahui mengingat sering kali nama bapak atau kakek tidak disebut dalam sanad, dan karenanya khawatir tidak diketahui oleh orang yang mempelajarinya.

Ihwal para Rawi
            Beberapa pembahasan dari cabang-cabang ilmu hadits.
1.      Al-Mubhamat
2.      Periwayat yang disebut dengan beberapa nama
3.      Al-Asmaa’ wa al-kunna
4.      Al-Alqab (julukan-julukan)
5.      Para periwayat yang dinisbatkan kepada selain bapaknya
6.      Nisbat yang tidak sesuai dengan kenyataan
7.      Para periwayat dan ulama bekas hamba
8.      Negara dan daerah para periwayat
9.      Nama-nama dan kunya-kunyah tunggal
10.  Al-Muttafiq wa al-muftariq
11.  Al-mu’talif wa al-mukittalif
12.  Al-mutasyabih (gabungan dari dua cabang sebelumnya)
13.  Al-Mutasyabih al-Maqlubi
Berikut penjelasan satu per satunya:
1.      Al-mubhamat
Ialah orang yang terlibat dalam hadits tetapi nama jelasnya tidak disebutkan. Ini dapat diketahui karena namanya pernah disebutkan dalam sebagian riwayat, dan ahli sejarah juga memuat keterangan sebagian besar mereka, atau dengan cara lain. Kebanyakan nama mereka belum diketahui dengan pasti.
Diantara faedah terungkapnya nama yang mubham dalam matan adalah agar dapat diketahui dengan pasti siapa rawi yang menyandang sifat keutamaan atau sebaliknya, atau mengetahui kemungkinan suatu hadits wurud lantaran sebabnya, dan ada hadits lain yang menentang. Dengan demikian, bisa diketahui sejarah hadits tersebut jika telah diketahui dengan pasti, sehingga jelas waktu masuk islamnya, mana yang me-mansukh dan mana yang di-mansukh.
2.      Rawi yang dissebut dengan banyak nama atau predikat
Faedah dari  mengetahui pembahasan ini ialah untuk menghindari dari menduga bahwa seorang rawi yang karena memiliki dua nama. Hal ini terjadi karena penyebutan nama yang berbeda-beda pada seorang rawi adalah karena usaha tadlis yang mereka lakukan. Mereka membingungkan orang banyak dengan menyebut seorang perawi dengan nama yang tidak dikenal atau dengan kunyah yang tidak diketahui.
3.      Al-Asma’ wa al-Kuna
Yang disebut al-asma wa al-kuna adalah untuk menjelaskan nama orang-orang yang dikenal dengan kunyah dan kunyah yang dikenal dengan namanya. Faedahnya adalah untuk mempermudah pengenalan terhadap nama para rawi yang masyhur dengan kunyah­-nya agar lebih lanjut dapat diketahui karakteristiknya dan untuk menghindari salah duga karena menganggap seorang rawi adalah dua orang karena suatu saat ia disebut dengan namanya dan pada saat lain dengan kunyah-nya itu.
4.      Lakab-lakab Muhaddisin
Lakab adalah suatu julukan yang disebutkan kepada seseorang yang mengesankan pujian atau cacian. Tema ini sangat penting, karena banyak rawi yang tidak dikenal kecuali dengan lakabnya. Orang yang tidak mengetahui ilmu ini bisa jadi menganggap lakab itu sebagai nama atau menganggap seseorang yang suatu saat disebut dengan namanya, dan pada saat lain disebut dengan lakabnya adalah dua orang yang berlainan, sebagaimana yang dialami oleh banyak penulis.
5.      Para rawi yang dinisbatkan kepada selain bapaknya
Mengetahui nama bapak yang seorang rawi dinisbatkan kepadanya dalah suatu hal yang harus dilakukan untuk membedakan periwayat itu dari rawi yang lain, lantaran kadang kala seorang rawi dinisbatkan kepada bukan bapaknya. Jadi, mengetahui mereka adalah teramat sangat penting, berikut nama bapak-bapaknya, agar tidak salah duga akan seorang rawi dengan rawi lainnya ketika dinisbatkan kepada ayahnya masing-masing.

6.      Nisbat yang tidak seharusnya
Mengetahui nisbat seorang perawi itu sangat penting untuk dapat membedakan seorang rawi dengan rawi lainnya. Barang siapa tidak memperhatikan masalah ini maka ia bisa salah dalam mengambil suatu keputusan.
7.      Para Rawi dan Ulama yang Termasuk Maula
Asal-usul penisbatan seorang rawi kepada suatu suku tertentu adakalanya karena faktor nasab atau keturunan. Seperti Quraisyi, yakni periwayat keturunan Quraisyi; atau karena faktor wala’, sehingga ia dinisbatkan dengan menambah kata maula, seperti Maula Quraisyi  atau Al-Quraisyi Maulahum.
8.      Negara dan Daerah para Rawi
Semula orang-orang Arab menisbatkan dirinya kepada suku masing-masing. Namun setelah islam datang dan menguasai desa dan kota mereka, terjadilah penisbatan diri kepada tempat tinggalnya, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang non-Arab.
Suatu ketetapan dalam tradisi mereka, bahwa apabila seseorang berasal dari sutu desa maka ia dapat menisbatkan dirinya kepada desanya, atau kotanya, atau wilayahnya. Orang yang berasal dari suatu negara lalu pindah ke negara lain, maka ia dapat menisbatkan dirinya kepada salah satunya, bahkan akan lebih baik apabila ia menisbatkan kedua negaranya.
9.      Nama, Kunyah, dan Lakab yang Tunggal
Banyak sekali kita jumpai suatu nama dipakai lebih dari satu orang, seperti nama Ali dan Sa’ad. Demikian pula kunyah dan lakab. Dari sini kita tau bahwa nama-nama demikian adalah hanya dengan menyebut satu nama itu kita telah dapat mengetahui rawi yang dimaksud, karena tidak ada rawi lain yang memiliki nama, kunyah, atau lakab serupa. Disamping iyu kita dapat dengan mudah menandai nama-nama yang diperlukan untuk menghindari salah sebut dan perubahan.
10.  Al-Muttafiq wa Al-Muftariq
Al-Muttafiq wa Al-Muftariq adalah satu nama, nasab, sebagainya yang dipakai oleh lebih seorang perawi. Dengan kata lain, mereka sama dalam nama, tetapi merupakan seorang yang berbeda. Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan membedakan dua rawi atau lebih yang memiliki nama yang sama karena sangat mungkin seseorang akan menduka sejumlah nama yang sama adalah seorang pribadi, sementara yang satu tsiqat dan lainnya dhaif. Dengan demikian, dia akan dapat mendhaifkan hadis yang shahih atau menshahihkan yang dhaif.
11.  Al-Mu’talif wa Al-Mukhtalif
Al-Mu’talif wa Al-Mukhtalif adalah nama atau nisbat yang tulisannya serupa tetapi bacaannya berbeda. Nama-nama yang demikian sangat banyak jumlahnya dan belum ada inventarisasi ynag relatif lengkap dan dapat dijadikan pegangan, melainkan hanya berdasarkan hafalan para ulama yang cukup terperinci. Inventarisasi itu sendiri adalah nama-nama jenis yang ada dikalangan Quraisyi dan Anshar saja. Hal ini tidak menutup kemungkinan kedua nama tersebut terdapat pada selain orang-orang makkah dan madinah.
12.  Al-Mutasyabih
Al-Mutasyabih adalah kesamaan nama atau kunyah antara dua orng rawi yang dikenal dengannya, sementara nasab atau nisbat mereka termasuk al-mu’talif wa al-mukhalif atau sebaliknya yaitu nama mereka termasuk al-mu’talif wa al-mukhalif, tetapi nisbat atau nasab mereka sama, baik nama maupun kunyahnya. Dan lafa;-lafal yang tulisannya mirip dan berdekatan dapat dianggap sebagai al-mu’talif wa al-mukhalif meskipun sebagian hurufnya berbeda.
13.  Al-Mustabih Al-Maqlub
Al-Mustabih Al-Maqlub adalah nama seorang rawi yang sama dengan nama bapak rawi lain, baik tulisan maupun bacaannya dan nama rawi yang kedua sama dengan nama bapak rawi yang pertama. Silang nama seperti ini menimbulkan terbaliknya pemahaman sebagian muhadditsin.

3. IHWAL PERIWAYATAN HADITS
            Kaidah-kaidah yeng berkenaan dengan persoalan ini dibahas dalam metodologi tentang ihwal periwayatan hadits dari sisi pengambilan hadits dari soerang rawi yang lazim disebut oleh para ulama dengan al-tahammul dan sisi penyampaian hadits yang lazim disebut dengan al-ada’. Dan hal-hal lain yang harus senantiasa diperhatikan oleh seorang rawi ketika membawa dan menyampaikan hadits, yakni tata tertub, keikhlasan, ketelitian dan keepatan, karena semua ini sangat berkaitan erat dengan ilmu-ilmu tentang rawi.
            Ilmu tentang semua hal diatas sangat penting kedudukannya dalam poko-pokok ilmu hadits karena ilmu tersebut dapat membimbing kita kepada pengkajian yang sistematis dan detail, sebagaimana yang digunakan oleh para ulama ketika menerima dan menyampaikan hadits juga memberikan penjelasan mengenai semangat iman yang tinggi yang mereka miliki untuk mencurahkan seluruh kemampuan dan kesungguhan dalam memelihara dan menyebarkan hadits dengan penuh rasa tanggung jawab dan kecermatan sebagaimana yang dikehendaki oleh ilmu ini.
            Bab ini mencakup banyak cabang bahasan, dan berikut ini pembahasan singkatnya;
a.       Adab Pencari Hadits
Yang dimaksud dalam bab ini sebenarnya adalah tidak berbeda dengan adab pencari ilmu pada umumnya, yakni tata cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan ilmu yang dimaksudkan. Hanya saja para muhadditsin secara khusus membahas adab bagi pencari hadits mengingat begitu pentingnya kedudukan hadits. Berikut adab pencari ilmu antara lain;
1.      Ikhlas karena Allah
2.      Bersungguh-sungguh dalam Mengambil Hadits dari Ulama
3.      Mengamalkan Ilmunya
4.      Memuliakan dan Menghormati Guru
5.      Memberikan Ilmu yang Dikuasainya kepada Sesama Rekan Pencari Hadits.
6.      Memakai Metodologi yang Berlaku dalam Pencarian Hadits
7.      Memperhatikan Mushthalah Hadits

b.      Adab Muhaddits
Adab yang dimaksud disini adalah adab yang dibutuhkan oleh setiap orang yang akan memimpin suatu majelis ilmu atau mengajar. Para Muhadditsin menganggap penting adab ini, khususnya bagi orang yang akan mengajarkan hadits Rasulullah SAW. Tata cara (adab) tersebut antara lain;
1.      Ikhlas dan Niat Benar
2.      Menghiasi Diri dengan Berbagai Keutamaan
3.      Memelihara Kecakapan Mengajarkan Hadits
4.      Berhenti Jika Khawatir Salah
5.      Menghormati Orang yang Lebih Utama Darinya
6.      Menghormati Hadits dan Mendatangi Majelis Pengkajian Hadits
7.      Menyibukkan Diri Menulis Karya Ilmiah

c.       Berbagai Karya Tulis tentang Hadits Nabi Saw.
Para muhadditsin telah menulis berbagai jenis kitab hadits dalam berbagai bidang bahasannya. Hal ini merupakan khazanah ilmu hadits yang dapat menjawab semua masalah yang dijumpai oleh para ulama dan penelitian kitab. Jenis-jenis kitab hadits yang terpenting adalah sebagai berikut;
1.      Kitab-kitab Hadits yang Disusun Berdasarkan Bab
Teknik penyusunan kitab jenis ini adalah mengumpulkan hadits-hadits yang memiliki tema yang sama menjadi satu judul umum yang mencakupnya, seperti kitab sl-Shalah, kitab al-Zakah, dan kitab  al-Buyu.
Kemudian hadits-haditsnya dibagi-bagi menjadi beberapa bab. Masing-masing bab mencakup satu atau beberapa hadits yang berisi masalah juz’iyah. Setiap bab diberi judul yang menunjukkan temanya, seperti bab miftah al-Shalah al-Thahur. Para muhadditsin menyebut judul bab itu dengan tarjamah.
Keistimewaan kitab-kitab jenis ini adalah mudah dijadikan kitab sumber, sehingga menjadi tumpuan utama bagi para penuntut ilmu dan para peneliti.
Penyusunan kitab-kitab berdasrkan bab itu ditempuh dengan berbagai cara, diantaranya adalah;
a.       Al-Jawami’
Kitab jami’ menurut istilah adalah kitab hadits yang disusun berdasarkan bab dan mencakup hdits-hadits berbagai sendi ajaran islam dan sub-subnya yang secara garis besar terdiri dari delapan bab, yaitu akidah, hukum, perilaku para tokoh agama, adab, tafsir, fitan, tanda-tanda kiamat, dan manaqib.
b.      Al-Sunan
Kitab sunan adalah kitab-kitab yang menghimpun hadits-hadits hukum yang marfu’ dan disusun berdasarkan bab-bab fiqih.
c.       Al-Muahannafat
Kitab mushannafat adalah kitab hadits yang disusun berdasarkan bab-bab fiqih tetapi mencakup hadits mauquf, hadits maqthu’, disatukan dengan hadits marfuk.
d.      Al-Mustadrakat
Kitab mustadrakat yang terkenal adalah karya al-Hakim al-Naisaburi
e.       Al-Mustakhrajat
Kitab mustakhrajat yang masyhur adalah kitab mustakhraj atas Sahihain.

2.      Kitab-kitab Hadits yang Disusun Berdasarkan Urutan Nama-Nama Sahabat
Yaitu kitab-kitab yang menghimpun hadits-hadits yang diriwayatkan setiap sahabat di tempat yang khusus dan mencantumkan nama sahabat yang meriwayatkannya.
Teknik penyusunan seperti ini sangat membantu dalam mengetahui jumlah dan jenis hadits yang diriwayatkan para sahabat dari Nabi Saw. Dan mempermudah pengecekannya. Keberadaan kitab ini sangat berfaedah bagi pencarian sumber hadits yang telah diketahui nama sahabat yang meriwayatkannya serta faedah-faedah lain yang berkaitan dengan kemudahan pengkajian hadits.
Kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat ada dua macam, yaitu;
1.      Kitab Musnad
Kitab musnad adalah kitab hadits yang disusun berdasarkan urutan nama sahabat. Urutan nama sahabat itu adakalanya disusun berdasarkan urutan huruf hijaiah, adakalanya berdasarkan urutan waktu masuk islam, dan adakalanya berdasarkan keluhuran nasabnya.
2.      Al-Athraf
Kitab al-athraf adalah kitab-kitab yang disusun untuk menyebutkan bagian hadits yang menunjukkan keseluruhannya, lalu disebutkan sanad-sanadnya pada kitab-kitab sumbernya. Sebagian penyusun menyebutkan sanadnya dengan lengkap, dan sebagian lainnya hanya menyebutkan sebagiannya.
Faedah kitab-kitab ini antara lain sebagai berikut;
a.       Mempermudah mengetahui sanad-sanad hadits, karena sanad-sanad itu terkumpul di satu tempat.
b.      Mempermudah mengetahui penyusun sumber asli yang mengeluarkan hadits tersebut serta bab hadits dalam sumber-sumber tersebut. Dengan demikian, kitab jenis ini menetapkan suatu bentuk indeks hadits yang multifungsi.
3.      Kitab-kitab Mu’jam
Kitab mu’jam menurut istilah adalah kitab hadits yang disusun berdasarkan susunan guru-guru penulisnya yang kebanyakan disusun berdasarkan urutan huruf hijaiah, sehingga penyusun mengawali pembahasan mu’jam nya dengan hadits-hadits yang diterima dari Aban, lalu yang dari Ibrahim, dan seterusnya.
4.      Kitab-kitab yang Disusun Berdasarkan Urutan Awal Hadits
Yaitu kitab-kitab hadits yang menyebutkan beberapa kata awal setiap hadits yang disusun urutan mu’jam. Jadi dimulai dengan hadits yang diawali dengan huruf alif, lalu hadits yang di awali dengan huruf ba’, dan seterusnya.
Kitab jenis ini ada dua macam, antara lain;
1.      Kitab Majami, yaitu kitab-kitab yang merupakan himpunan hadits dari berbagai kitab hadits, sebagaimana akan dijelaskan kemudian.
2.      Kitab-kitab tentang-hadits yang sering diucapkan oleh orang umum.
5.      Kitab-Kitab Himpunan Hadits
Yaitu kitab-kitab yang disusun untuk menghimpun hadits dari sejumlah kitab sumber hadits. Kitab ini disusun dengan dua cara, yaitu;
1.      Kitab hadits yang disusun berdasarkan urutan bab.
a.      Jami’ al-Ushul min Ahadits al-Rasul karya Ibnu Atsir al-Mubarak bin Muhammad al-Jazari. Hadits-haditsnya ditulis tanpa disertai sanad. Setiap hadits diberi penjelasan ringkas tentang lafal-lafal yang asing. Namun tidak disertai dengan penjelasan tentang derajat hadits-hadits sunan, bahkan ia tidak menyebutkan komentar al-Turmudzi terhadap hadits-hadits yang diriwayatkannya, sehingga hal ini membuat para pembacanya membutuhkan upaya lebih lanjut untuk mengetahuinya.
b.      Kanzul Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Afal karya al-Syaikh al-Muhaddits Ali bin Hisam al-Muttaqi al-Hindi. Merupakan kitab yang paling lengkap dalam bidangnya, karena mencakup 93 buah kitab hadits.
2.      Hadits-hadits yang disusun berdasarkan urutan pertama pada mu’jam
Kitab ini merupakan cuplikan dari kitab al-jami al-kabir,  dengan meninggalkan pengulangan hadits dan menambahkan sejumlah hadits, sehingga jumlah haditsnya mencapai 10.031 buah.
Kitab ini mendapat sambutan hangat dari kalangan ulama, dan muncul banyak syarah atas kitab ini. Akan tetapi sebagian kode kitab ini berbeda dengan kode kitab dalam al-jami’ al-kabir.
6.      Kitab al-Zawaid
Al-Zawaid adalah kitab-kitab hadits yang disusun untuk menghimpun hadits-hadits yang tidak terdapat pada kitab yang lain, yakni selain hadits-hadits yang terdapat dalam kitab-kitab yang diperbandingkan itu.
Sangat banyak ulama yang telah menyusun kitab al-Zawaid ini, sebagian diantaranya adalah majma’ al-Zawaid wa Manba’ al-Fawaid ditulis oleh Hafizh Nuruddin Ali bin Abu Bakar al-Haitsami. Kitab ini menghimpun hadits-hadits yang tidak terdapat pada al-kitub al-sittah, enam sumber kitab hadits yang terpenting yaitu, Musnad Ahmad, Musnad Abu Ya’la al-Maushili, Musnad AL-Bazzar, dan kitab mu’jam yang tiga karya al-Thabrani.
Kitab ini disusun untuk menjelaskan derajat hadits-hadits tersebut, keshahihan dn kedhaifannya, serta kebersambungan dan keterputusan.
Kitab ini sangat besar faedahnya, hanya saja cetakanya masih membutuhkan editing dan pemberian tanda baris lebih banyak daripada yang ada sekarang.















No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages