BAB II
PEMBAHASAN
A. HADIST TENTANGETIKA BERDAKWAH
حديثُ عبدِ اللهِ بن عمرٍو رضي الله عنهما، قال :
لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَاحِشًا وَلاَ مُتَفَحِّشًا وَكَانَ
يَقُوْلُ : إِنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ اَحْسَنَكُمْ اَخْلاَقًا )
أخرجه البخاري(
“Abdullah
bin Amrr.a.berkata: Nabi Saw bukanlahseorang yang kejiperkataannya,
jugatidakbiasaberkatakeji, bahkanNabi Saw bersabda: Sesungguhnya yang
terbaikdiantara kalian ialah yang terbaikakhlakbudipekertinya”. (HR.
Bukhari)[1]
Seorang da’i bukan hanya menyampaikan
pengetahuan praktis peribadatan, akan tetapi dalam konteks sosial ia juga
berperan untuk menata moralitas perilaku masyarakat Islam dalam berbagai aspek
kehidupan
B. SEPUTAR PERAWI HADITS
Hadits ini diriwayatkan oleh sahabat Abdullah
bin ‘Amr bin al Ash bin Wa’il bin Hasyim bin Su’aid bin Sa’ad bin Sahm al
Sahmiy. Abdullah seorang ahli ibadah yang zuhud, banyak berpuasa dan shalat,
sambil menekuni hadis rasusullah
SAW. Hadis yang ia riwayatkan
mencapai 700 hadis, sesudah minta izin Rasulullah SAW. Ia mencatat hadits yang
didengar dari nabi.[1]Beliau
adalah seorang abadilah yang faqih, beliau memeluk agama islam sebelum ayahnya,
kemudin hijrah sebelum penakhlukan mekkah, dan seorang diantara fuqaha’ dari
kalangan sahabat. Beliau meninggal pada bulan Dzulhijjah pada peperangan al
Harrah, atau menurut pendapat yang lebih kuat, beliau meninggal di Tha’if.
C. MAKNA MUFRODAT
Lafadz لَمْ يَكُنِbukanlah pada lafadz ini ialah fi’il mudhari’ yang
kemasukan lam nafi mengindikasikan terhadap arti larangan maka dari hadits di
atas setiap kaum muslimin di larang mengucapkan sesuatu yang di larang.
فَاحِشًاlafad ini termasuk isim fail yang berartiorang yang
berkata jelek, menurut qodi asal dari kata bertambah dan keluar dari batasan ,
dalam artian pada dasarnya seseorang itu harus mempunyai kodrat perkataan yang
baiksekiranya tidak meyakiti perkataan orang lain tak kala berbicara ini juga
berlakupada dakwah.
D. MAKNA KOMPREHENSIF DARI HADIS ETIKA BERDAKWAH
Hadits diatas menegaskan bahwasanya Rasulullah
Saw adalah bukan orang yang keji dan bukan pula orang yang berkata keji, beliau
adalah suri tauladan sepanjang masa bagi umat manusia. Nabipun mengatakan
bahwasanya yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik ahlaknya,Bukanlah
suatu harta, jabatan, pangkat ataupun bagusnya fisik seseorang. Menurut imam
al-ghazali akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tampa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
Islam mengajarkan untuk berbuat baik kepada
sesama, orang yang keji lagi berkata keji (perkataan kotor) tidak masuk kedalam
kriteria hamba yang mukmin karena ahlaq yang baik adalah sebagian dari
kesempurnaan iman seseorang. Perkataan yang baik adalah yang disukai Allah SWT,
sebaliknya perkataan yang buruk adalah yang dibenci-NYA. Perkataan baik ini
tidak akan muncul selain hanya mengandung kebenaran dan manfaat. Kalo sekiranya
seseorang mengetahui bahwa perkataannya tidak akan membawa manfaat, bahkan akan
menimbulkan mudharat atau bahaya, maka perkataan tersebut wajib ditinggalkan. [2]
Secara
umum etika dakwah itu adalah etika islam itu sendiri, dimana secara umum
seorang da’i harus melakukan tindakan-tindakan yang terpuji dan menjauhkan dari
perilaku-perilaku yang tercela. Dan pengertian kode etik dakwah adalah
rambu-rambu etis yang harus dimiliki oleh seorang juru dakwah. Dalam berdakwah
terdapat beberap etika yang merupakan rambu-rambu etis juru dakwah sehingga
dapat dihasilkan dakwah yang bersifat responsif. Seorang da’i atau pelaku
dakwah dituntut untuk memilki etika-etika yang terpuji dan menjauhkan diri dari
perilaku yang tercela. Dan sumber dari rambu-rambu etis dakwah bagi seorang da’i
adalah al-quran seperti yang dicontohkan oleh nabi muhammad SAW. Karna pada
dirinyalah figur teladan bagi kehidupan yang diinginkan oleh Allah. Dan pada
diri Rasulullah telah mencapai puncak keimanan yang tinggi.[3]
Seorang da’i bukan hanya menyampaikan pengetahuan praktis peribadatan,
akan tetapi dalam konteks sosial ia juga berperan untuk menata moralitas
perilaku masyarakat Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Da’i yang sukses
adalah yang mampu merawat profesionalismenya serta karakter shalehnya (akhlak).
Untuk dapat mengembangkan dakwah, ada beberapa etika sebagai berikut:
1.
Berahlak Mulia
Seorang da’i dituntut
untuk berahlak mulia. Mereka harus membersihkan hati, pikiran, dan perbuatan
dari berbagai hal yang tidak baik dan bertentangan dengan nilai agama. Sikap
dan sifat, iri, dengki, hasut, dusta, khianat, dan sebagainya harus
disingkirkan. Sifat dan sikap sabar, penyayang, syukur, benar, jujur, amanah,
setia, menepati janji, tawaduk, dan yang lainya harus dijaga dan dikembangkan.
Akhlaq al-karimah mutlak harus dijalankan oleh seorang da’i. Menurut Ahmad
Amin; “ agama yang benar menjadi rusak ( gambaran dimata manusia) karena
pembawanya dan agama yang tidak benar menjadi baik ( gambarannya dimata manusia
) karena pembawanya”.[4]
2.
Merefleksikan Keimanan
“Dari Abi Sa’id
al-Khudry r.a. saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, barangsiapa melihat
kemungkaran hendaknya ia ubah dengan tangannya, apabila tidak mampu dengan
lisannya dan apabila tidak mampu juga dengan hati, sesungguhnya ini
selemah-lemah iman”. (HR. Muslim, Ibn Majah, Annasa’i dalam kitab At-Targhib).
Keimanan seorang
da’i sangat diperlukan untuk keberlangsungan proses dakwah islamiah, bukan
hanya bernilai sebagai pemanis dalam
menyampaikan materi dakwah, tetapi dapat menyentuh perasaan obyek dakwah
sehingga mereka akan dapat menerima materi dakwah yang di sampaikan oleh da’i.[5] Pendek kata keimanan
seseorang akan memberikan pengaruh retoris bagi da’i karena akan memengaruhi
nilai pesan yang disampaikan. Disisi lain keimanan dai akan memberikan nilai
yang lebih substansial, yakni dakwah membutuhkan ketekunan, kekuatan psikologis
dan emosional serta kekutan intelektual. Dengan kekuatan-kekuatan tersebut
seorang da’i tidak akan patah semangat, tidak mudah putus asa, tidak mudah
dipengaruhi, tidak mudah dihadang, dan tidak mudah tergoda.[6]
3.
.Nabimenganjurkanberbicara
yang baik-baiksaja
“Sebutkanlah
apa-apa yang baik mengenai sahabatmu yang tidak hadir dalam pertemuan, terutama
hal-hal yang kamu sukai terhadap sahabatmu itu sebagaimana sahabatmu menyampaikan
kebaikan dirimu pada saat kamu tidak hadir”.(Ibnu Abi Dunya)
4. Tidakberperilakusombong
عن ابن عمر قال صلعم من تعاظم فى نفسه واجتال فى مشيته
القى الله وهو عليه غضبان
“Dari Ibn Umar r.a
ia berkata, bersabda Rasulullah saw, barangsiapa merasa besar diri, dan sombong
dalam berjalannya, pasti ia akan menemui Allah dalam keadaan Allah murka
kepadaya”.
Seorang yang
dirinyaberprofesimenjadipendakwahharusmampumemeliharadirinyadarisifatsombongyaitumenolakkebenaranlantarangengsisertameremehkanmanusia.
5.
Bermuka manis dan murah senyum
seorangda’idituntunmemilikiperangai yang baik,
bermukamanisdanmurahsenyum.
KESIMPULAN
حديثُ عبدِ اللهِ بن عمرٍو رضي الله عنهما، قال :
لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَاحِشًا وَلاَ مُتَفَحِّشًا وَكَانَ يَقُوْلُ
: إِنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ اَحْسَنَكُمْ اَخْلاَقًا )
أخرجه البخاري(
“Abdullah
bin Amrr.a.berkata: Nabi Saw bukanlahseorang yang kejiperkataannya,
jugatidakbiasaberkatakeji, bahkanNabi Saw bersabda: Sesungguhnya yang
terbaikdiantara kalian ialah yang terbaikakhlakbudipekertinya”. (HR.
Bukhari)[1]
Hadits ini diriwayatkan oleh sahabat Abdullah
bin ‘Amr bin al Ash bin Wa’il bin Hasyim bin Su’aid bin Sa’ad bin Sahm al
Sahmiy. Abdullah seorang ahli ibadah yang zuhud, banyak berpuasa dan shalat,
sambil menekuni hadis rasusullah
SAW. Hadis yang ia riwayatkan
mencapai 700 hadist, Secara umum etika dakwah itu adalah etika
islam itu sendiri, dimana secara umum seorang dai harus melakukan
tindakan-tindakan yang terpuji dan menjauhkan dari perilaku-perilaku yang
tercela.Dalamberdakwahhendaklahkitamemperhatikanetika-etikadenganbaik
agar berdakwahtersebutbisaberjalandenganlancardanefektif.Denganharapanapa yang
disampaikanmudahditerimadanmendapatrespon yang
baikpula.Etika-etikatersebutantara lain: denganperkataan yang benar, mulia,
lemahlembut, ringandanmudahdimengerti.Islam sebagai agama yang
sempurnamengajarkandengansangat detail bagaimanaberdakwah yang baik. Hal tersebutbisakitalihat di al-qurandanhadits.
[1]Ibn Hajar Asqalani, Thabaqat ibn Sa’ad 4/9
[2]Arief Rahman Aji. Kitab Targhib wa
Al-Tarhib
[3]Salihun A Nasir, Teologi
Islam;Jakarta,RajaGrafindo Persada, 2012. Hal 83
[4]HM. Masyhur Amin, Ibid, hal. 73-74
[5]HM. Masyhur Amin, Dakwah islam dan pesan
moral, Yogyakarta, al-Amin Press,1997,hal. 70-71
[6]Ropingi el Ishaq, Pengantar Ilmu Dakwah;
Malang, Madani, 2016, hal. 169
No comments:
Post a Comment