Sejarah Pembaharuan Islam di Mesir - SANTRI ENDONESA

Tiada Kata Terlambat Untuk Belajar

Breaking

Home Top Ad

W E L C O M E

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Wednesday, August 22, 2018

Sejarah Pembaharuan Islam di Mesir


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kedatangan Napoleon di Mesir pada 1798 merupakan momentum penting dari perkembangan Islam. Kedatangan “penakluk dari Prancis” ini tidak hanya membuka mata kaum muslim akan apa yang dicapai oleh peradaban Barat di bidang sains dan teknologi, tetapi juga menandai awal kolonialisme Barat atas wilayah-wilayah Islam. Di antaranya akibat kontak itu di lingkuangan elit muslim para penguasa dan kalangan cendikiawan gerakan pembaharuan Islam kembali memperoleh gairah.
Kaum muslim semakin intensif dan bersemangat mengkaji kembali doktrin-doktrin dasar Islam khususnya dihadapkan pada kemajuan Barat. Kritik-kritik terhadap kondisi umum masyarakat Islam bermunculan, seruan berjihad semakin nyaring terdengar, pandangan lama yang menganggap pintu ijtihad telah tertutup tidak hanya digugat, tetapi bahkan dianggap sebagai cermin dari keterbelakangan intelektual. Tidak heran jika taqlid mendapat kritik pedas dari kalangan pembaharu. Untuk itu pada kesempatan kali ini kami akan membahas pembaharuan islam di mesir pada makalah kami

B.     Rumusan Masalah
1.      Latar belakang pembaharuan islam dimesir
2.      Tokoh-tokoh pembaharuan mesir


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Latar Belakang Sejarah Pembaharuan Islam di Mesir

 Latar belakang sejarah Mesir secara historis dapat kita lihat ketika Mesir  berada pada kekuasaan Romawi di Timur dengan Bizantium sebagai ibukotanya merupakan awal kebangkitan Mesir di abad permulaaan Islam yang berkembang menjadi kota dan negara tujuan setiap orang. Mesir   menjadi   wilayah Islam pada zaman khalifah Umar bin Khattab pada 640 M,  Mesir ditaklukkan oleh pasukan Amr Ibn al-Ash yang kemudian ia dijadikan gubernur  di sana. Kemudian diganti oleh Abdullah Ibn Abi Syarh pada masa Usman dan berbuntut konflik yang menjadi salah satu sebab terbunuhnya Usman ra.  
Mesir menjadi sangat menarik pada masa kekuasaan Romawi tersebut karena ia mempunyai potensi yang secara tradisional telah berakar di Mesir. Mesir menjadi salah satu pusat peradaban Islam dan pernah dikuasai dinasti-dinasti kecil pada zaman Bani Abbas, seperti Fatimiah (sampai tahun 567 H) yang mendirikan Al-Azhar, dinasti Ayubiyah (567-648 H) yang terkenal dengan Perang Salib dan perjanjian ramalah mengenai Palestina, Dinasti Mamluk (648-922 H) sampai ditaklukan oleh Napoleon dan Turki Usmani. [1]
Pada 2 Juni 1798 Napoleon Bonaparte melakukan pendaratan di Alexandria sebagai tanda di mulainya ekspedisi Perancis di Mesir. Ekspedisi yang merupakan rencana lama pemerintahan Louis XIV tentang penyerbuan ke Mesir untuk menghubungkan Laut Merah dan Laut Tengah sehingga bisa memperluas kemenangan mereka ke arah Barat. Ekspedisi Perancis tersebut berlangsung selama tiga tahun dan berakhir pada tanggal 31 Agustus 1801.
Segera setelah Mesir menjadi salah satu bagian Islam, Mesir tumbuh dengan mengambil peranan yang sangat sentral sebagaimana peran-peran sejarah kemanusiaan yang dilakoninya pada masa yang lalu, misalnya :
a.    Menjadi sentral pengembangan Islam di wilayah Afrika, bahkan menjadi batu loncatan pengembangan Islam di Eropa lewat selat Gibraltar (Aljajair dan Tunisia).
b.    Menjadi kekuatan Islam di Afrika, kakuatan militer dan ekonomi.
c.    Pengembangan Islam di Mesir merupakan napak tilas terhadap sejarah Islam pada masa Nabi Musa yang mempunyai peranan penting dalam sejarah kenabian.
d.    Menjadi wilayah penentu dalam pergulatan perpolitikan umat Islam, termasuk di dalamnya adalah peralihan kekuasaan dari Khulafaur Rasyidin kepada Daulat Bani Umaiyah dengan tergusurnya Ali Bin Abi Thalib dalam peristiwa “Majlis Tahkim”.
Bagaiamanapun Mesir adalah sebuah tempat yang sarat dengan peran politik dan kesejarahan. Bagaimana tidak, nampaknya Mesir dilahirkan untuk selalu dapat berperan dan memberikan sumbangan terhadap perjalanan sejarah Islam itu sendiri.  Dari segi ekonomi dan politik,  ia memberikan sumbangan yang cukup besar terutama sektor perdagangan dan pelabuhan Iskandariyah yang memang sejak kerajaan Romawi Timur merupakan pelabuhan yang ramai. Sedangkan dari segi pembangunan hukum Islam, Mesir merupakan daerah yang ikut melahirkan bentuk dan aliran hukum Islam terutama dengan kehadiran Imam Syafi’i, yang hukum-hukumnya sangat kita kenal.
Setelah kehancurn kerajaan Islam di Bagdad, Mesir tampil dengan format perpolitikan yang baru, yang berkembang bersama kerajaan Daulat Fatimiyah. Kerajaan Daulat Bani Fathimiyah adalah salah satu dari tiga kerajaan besar Islam, yaitu Daulat Safawiyah di Parsi dan Kerajaan Moghul di India, pasca kejayaan Islam pada masa Daulat Bani Abasiyah di Bagdad dan Bani Umaiyah di Spanyol. Kehadiran Mesir bersama Daulat Bani Fathimiyah yang didirikan oleh aliran/sekte Syi’ah (kerajaan Syi’ah) telah memberikan isyarat adanya kekuatan Islam di saat Islam mengalami kemunduran. Statemen tersebut bukanlah sebuah apologi, karena bukti-bukti eksistensi kerajaan tersebut sampai saat ini masih dapat kita jumpai, misalnya berdirinya  Universitas Al-Azhar yang didirikan oleh Nizamul Mulk sebagai pusat kajian keilmuan Islam.
Ketika melacak sejarah Mesir, akan lebih menarik dari munculnya (kekhalifahan) dinasti  Fatimiyah yang membangun Universitas Al-Azhar sebagai Perguruan Tinggi Islam besar tertua yang dianggap mewakili peradaban dan basis ilmiah-intelektual pasca-klasik sampai modern, yang kini dianggap masih ada dan tidak terhapus oleh keganasan perang, berbeda dengan Universitas Nizamiyah di Bagdad yang hanya tinggal kenangan. Setelah keruntuhan Bagdad, Al-Azhar dapat disimbolkan  sebagai khasanah pewarisan bobot citra keagamaan yang cukup berakar di dunia Islam. Tonggak inilah yang membawa Mesir memiliki aset potensial dikemudian hari dalam gagasan-gagasan modernisme.
Setelah Dinasti Fatimiyah dan penerus-penerusnya dilanjutkan lagi oleh Sultan Mamluk sampai tahun 1517 M,  mereka inilah yang sanggup membebaskan Mesir dan Suriah dari peperangan Salib serta yang  membendung kedahsyatan tentara Mogol di bawah pimpinan Hulagu dan Timur Lenk. Dengan demikian Mesir terbebaskan dari penghancuran dari  pasukan Mogol sebagaimana yang terjadi di dunia Islam yang lain.
Pada   tanggal   2 Juni  1798 M,      ekspedisi Napoleon mendarat  di Alexandria     (Mesir) dan berhasil mengalahkan Mamluk dan berhasil menguasai Kairo. Setelah ditinggal Napoleon digantikan oleh Jenderal Kleber dan kalah ketika bertempur melawan Inggris. Dan pada saat bersamaan datanglah pasukan Sultan Salim III    ( Turki Usmani) pada tahun 1789-1807 M dalam rangka mengusir Prancis dari Mesir. Salah satu tentara Turki Usmani adalah Muhammad Ali yang kemudian menjadi gubernur Mesir di bawah Turki Usmani.[2]
Walaupun Napoleon menguasai Mesir hanya dalam waktu sekitar tiga tahun, namun pengaruh yang ditinggalkannya sangat besar dalam kehidupan bangsa Mesir. Napoleon Bonaparte menguasai Mesir sejak tahun 1798 M. Ini merupakan momentum baru bagi sejarah umat Islam, khususnya di Mesir yang menyebabkan bangkitnya kesadaran akan kelemahan dan keterbelakangan mereka. Kehadiran Napoleon Bonaparte di samping membawa pasukan yang kuat, juga membawa para ilmuwan dengan seperangkat peralatan ilmiah untuk mengadakan penelitian.[3]
Harun Nasution menggambarkan ketika Napoleon datang ke Mesir  tidak hanya membawa tentara, akan tetapi terdapat 500 orang sipil 500 orang wanita. Diantara jumlah tersebut terdapat 167 orang ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan membawa 2 unit percetakan dengan huruf  Latin, Arab dan Yunani, tujuannya untuk kepentingan ilmiah yang pada akhirnya dibentuk sebuah lembaga ilmiah dinamai Institut d’Egypte terdiri dari ilmu pasti, ilmu alam, ekonomi politik, dan sastera seni.  Lembaga ini boleh dikunjungi terutama oleh para ulama dengan harapan akan menambah pengetahuan tentang Mesir dan mulailah terjadi kontak langsung dengan peradaban Eropa yang baru lagi asing bagi mereka.[4]


B.     Tokoh-Tokoh Pembaharuan Mesir
1.      Nappoleon Bonaparte
Napoleon adalah actor utama dalam ekspedisi ke Mesir. Dia merupakan anak kedua dari delapan bersaudara. Ia dilahirkan pada 15 agustus 1769 di Ajaccio, Corsika. Bapak. Bapaknya Carlo Bonaparte berasal dari kaum ningrat, seorang pengacara termasyhur. Menikah dengan Letizia Ramolino.[5]
Dari ibunya ia belajar tentang disiplin, ketekunan, belajar ekonomi dan rasa kesetiaan kepada keluarga. Sedangkan dar bapaknya dia mewarisi cara berpakaian yang simpatik.
Ketika ayahnya meninggal 24 februari 1785 dia mengambil alih kepemimpinan dalam keluarganya, padahal ia bukanlah anak yang tertua dan ketika itu umurnya baru 16 tahun.[6]
September 1785 ia lulus dengan peringkat ke-42 dari 51 siswa dari akademik Militer Ecole di Paris dengan pangkat Letnan Dua bidang artileri. Jiwa kepemimpinan yang telah dimilikinya semakin matang setelah lulus dari akademik itu.[7]
Empat tahun setelah ia menamatkan pendidikannya, meletuslah revolusi prancis. Sejak itulah dia menapaki karir militernya dan mendapatkan peluang untuk menunjukkan kepiawaiannya, karena pemerintahan prancis terlibat perang dengan beberapa Negara saingannya.[8]
Tahun 1793, ia berhasil mendudukkan kota kulon Toulon. Atas keberhasilannya itu pangkatnya dinaikkan menjadi Brigadir Jenderal. Karena kegemilangannya, enam bukan berikutnya ia dipercayakan menjadi komandan Artileri Prancis di Itali. Di sini, kemenangan dan sukses besar juga berpihak kepadanya. Lebih dari itu, ia berhasil menguasai Corsica dan merebut kota Wina pada Tahun 1797.[9]
Langkah berikutnya, tahun 1798, Napoleon bersama pasukannya mengadakan ekspedisi ke Mesir. Ekspedisi ini berhasil,membangun umat islam dari tidurnya. Mereka sadar bahwa peta kemajuan telah berpindah ketangan kaum Kristen eropa. Paristiwa ini telah memengaruhi umat islam untuk mencapai dan merebut kemajuannya yang telah hilang. Hal ini dapat dibuktikan dengan perubahan-perubahan yang mulai tampak di dunia islam sesudah ekspedisi baik di Mesir maupun di daerah-daerah. namun tidak bertahan lama, karena beberapa waktu setelah itu, ia diminta kembali ke Prancis serta meninggalkan Mesir saat itu tanggal 18 agustus 1799. Kemudian kepemimpinannya digantikan oleh jendral Kleber yang hanya berlangsung 10 bulan karena pada tahun 1800 ia mati terbunuh kemudian ia digantikan oleh Abdulah Jacques Menon. Hinga pada akhirnya tanggal 31 agustus 1801 tentara Prancis dipaksa angkat kaki dari bumi mesir.[10]
Ide ide baru Napoleon dalam ekspedisi mesir
Diantara sebab-sebab yang membawa kepada kelemahan imat islam adalah kekhalifahan yang hilang dan munculnya system kerajaan  sestem kekhalifahan lebih bersifat demokratis dimana seorang khalifah dipilih oleh umat islam berdasarkan musyawarah. Di Mesir Napoleon memperkenalkan ide-idenya yeng kemudian menggeser system pemerintahan yang berbentuk kerajaan diwilayah itu, ide-ide tersebut antara lain:
-          System pemerintahan republic
Dalam system ini kepala Negara dipilih oleh rakyat, tunduk pada undang-undang dan dapat dijatuhkan oleh parlemen.[11]
-          Ide persamaan
Egalite yang berarti persamaan merupakan ide yang lain yang ditransfer Napoleon dari Perancis ke Mesir. Dalam ide ini rakyat dianggap memiliki kedudukan yang sama dalam pemerintahan.[12]
-          Ide kebangsaan
Nasionalisme. Dalam maklumatnya Napoleon menegaskan bahwa perancis adalah suatu bangsa dan kaum mamluk adalah orang asing yang datang ke Mesir dari Kau kasus. Karena itu meskipun beragama islam mereka berlainan bangsa dengan orang-orang mesir. Dalam maklumat itu juga ia mengemukakan ungkapan “al-ummah al-Mishriyah “ (umat mesir). Pada waktu itu orang islam hanya mengenal istilah “ al- Ummah al-Islamiyah “  (Umat Islam) disini Perbedaan bangsa tidak selalu dipersoalkan oleh umat islam. Yang mereka sadari adalah perbedaan agama.[13]
2.      Muhammad Ali Pasha(1805-1849)
Ia adalah tokoh pembaharuan Mesir yang dilahirkan pada tahun 1769 M. di Kawalla, Marcedomenia, daerah kawasan Yunani. Ia termasuik keturunan turki. Dia adalah salah satru perwira yang dikirim ke Mesir untuk menghadapi tentara Napoleon. . Dalam pertempuran dengan tentara Napoleon tahun 1801 M.[14]
Muhammad Ali menunjukkan keberaniannya yang luar biasa sehingga pangkatnya cepat naik menjadi Kolonel. Dan karena itu pula ia dipercaya oleh Sultan Turki Utsmani untuk memangku jabatan menjadi Panglima pasukan Albania yang dikirim ke Mesir untuk mengusir tentara Prancis.[15]
Pada tahun 1805 M Rakyat Mesir mamilih dan mengangkat Muhammad Ali sebagai Gubernur Mesir disitul awal kepemimpinannya di Mesir dimasa pemerintahannya ia telah banyak mengirim beberapa kali pasukannya untuk menaklukkan daerah-daerah diluar Mesir. [16]
Pada tahun 1811 Mia mengirim tentaranya untuk pertama kali ke Saudi Arabia untuk memerangi Wahabi kemudian berlanjut ke wilayah Barat Saudan tahun 1820 M hinggan pada tahun ke 1827 M ia menderita kekalahan di Navarino setelah dipukul mundur oleh gabungan pasukan Prancis-Inggris-Rusia kemudian iapun menarik kembali pasukannya untuk menjaga kontinuitas kekuasaan dinastinya dimesir.[17]
Akhirnya, tahun 1832 ia melakukan penyerangan ke Syiria serangan ini dilator belakangi oleh keingkaran janji Sulta Turki yang telah menjanjikan member Syiria kebawah kekuasaan Mesir bila membasmi pemberontaka Yunani pada tahun 1822.[18]
Pada tahun 1832 pasukan Muhammad ali menjarah  palestina, menghancurkan tantara Turki yang ada di Homs dan Aleppo dibawah pimpinan Ibrahim. Antar tahun 1843-1839 ia kembali mengirim pasukannya ke Saudi Arabia untuk menduduki Najd, Hijaz, dan yaman. Namun atan tekanan inggris telah memaksa Muhammad ali untuk melepaskan dominasinya atas semenajung Arabia, Beirut Syiria dan Palestina. Akibat lain dari tekanan inggris kekuasaan Muhammad Ali memngeci dan hanya tinggal mesir dan Sudan bagian barat.Kemudian pada tahun 1849 Muhammad ali wafat dalam usia 80 tahun. [19]
3.      Pembaharuan Muhammad Ali
Selama 45 tahun.ia pemerintahannya ia banyak melakukan usaha-usaha pembaharuannya di berbagai bidang antara lain yaitu:
-          Bidang Militer
Adapun langkah-langkah yang diambil Muhammad ali dalam pembaharuan dibidan ini adalah dengan menugaskan colonel Save melatih dan menata militer secara modern.[20]
-          Bidang Ekonomi
Kebijakan Muhammad Ali dalam bidang ini dimulai dengan pengambil alihan  tanah pertanian untuk Negara tindakan itu disinyali oleh sebagian ahli sejarah sebagai usaha mengadakan nasionalisasi pemilik tanah. Ditambah lagi dengan melakukan penarikan pajak terhadap peternak utama rakyat seperti kerbau, perahu pengangkut barng dll.[21]
-          Bidang Pendidikan
Ia memulainya dengan dengan mendirikan satu kembaga Kementrian Pendidikan untuk mengatur dan mengelola pangadaan dan pengembangan berbagai sarana pendidikan.[22]
4.      Rif’ah al-Tahtawi
Ia adalah pimpina mahasiswa yang diutus Muhammad Ali keprancis ketika berumur 16 tahun. Ia lahir di tahta suatu kota di Mesir Selatan pada 1801 dan meninggal pada tanggal 27 mei 1873. Ia belajar di kairo selama 5 tahun kemudian belajar di Azhar selama 2 tahun hingga pada tahun 1824 diangkat menjadi imam tentara dan 2 tahun setelahnya baru dikirim ke Prancis.[23]
Setelah kembali ke Kairo dia menjadi pengajar bahasa Prancis dan penerjemah diSekolah kesehatan dua tahun setelahnya dipindah kesekolah Artileri untuk memimpin menerjemahkan buku tekhnik dan kemiliteran. Ia juga pernah menjabat kepala sekolah penerjemah UU Prancis dalam bahasa arab juga memimpin Surat Kabar Waqa’lul Misyriyah.[24]
At-Tahtawi bukanlah seorang sekuler. Dia menghendaki mesir maju seprti barat namun tetap dijiwai agama dala segala aspek. Salah satu jalan untuk kesejahteraan adalah dengan berpegang dengan agama dan akhlak. Dia juga mencetak emansipasi pendidikan bagi wanita agar mereka bisa mendidik anak-anaknya menjadi Patner suami dalam kehidupan intelek dan sosial serta dapat pula bekerja.
Ide-ide Pembaharuannya
pikiran cemerlang al-Tahtawi telah bertemu dengan pikiran barat yang didapatinya di Prancis baik melalui bacaannya yang luas maupun dari hasil pengamatannya selama dia disana. Dan hasinya melahirkan ide-ide yang diyakini berguna untuk dikembangkan di Mesir antara lain:
-          Ide Pantriotisme (hub al-Watthan)
Yang dimaksud Tahtawi adalah kerja keras, pengabdian dan loyalitas yang disumbangkan untuk tanah air (al-Wathan) oleh semua golongan masyarakat  berdasarkan hak dan tanggung jawab dan kedudukan masing-masing untuk kemakmuran bersama.[25]
-          Pemerintah
Masyarakat terdiri dari 4 golongan. Dua golongan pertama adalah pemerintah dan dua golongan lainnya adalah diperintah. Dan ia menekankan hubungan ulama dengan pemerrintah yang berkuasa, bahwa kepala Negara harus bersikap hormat terhadap ulama dan memandang mereka sebagai mitranya dalam menjalankan pemerintahan. Sedankan ulama haru mampu mengaktualisasikan peranan dan fungsi syariat dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu ulama harus membekali dirinya dengan menguasai perkembangan modern.[26]
-          Ekonomi
Al-Tahtawi menekankan keterkaitan antara kesejahteraan dan tanggung jawab masyarakat dan pemerintah, bahwa kesejahteraan di dunia bergantung kepada kemajuan ekonomi . sedangkan kemauan ekonomi ditentukan pula oleh semangat kerja dan pengabdian dari masyarakat yang mempunyai semangat patriotisme. Disamping itu hanya pemerintah baiklah yang dapat memajukan ekonimo khiusus di mesir yang mempunyai potensi ekonimo yang cukup untuk pengembangan dan kemajuan ekonomi. Potensi utama adalah pertanian.[27]
-          Pendidikan
Menurutnya pendidikan dasar harus bersifat universal dan merupakan hak yang sama bagi semua tingkat kehidupan masyarakat kecuali tingkat pendidikan menengah ke atas, ini bersifat anjuran. Kepentingan wanita memperoleh pendidikan adalah karena 3 hal: supaya ia dapat menciptakan keharmonisan rumah tangga dan mendidik anak-anaknya, bekal untuk kesempatan kerja sebagai hak yang sama dengan kaum laki-laki dan untuk melindungi diri dari hal-hal yang negative. Hal ini banyak dikemukakan dalam bukunya “al-Mursyid al-Amin li al-Banat “ sebagai ide emasipasi wanita yang baru bagi masyarakat mesir.[28]
-          Ijtihad tetap terbuka
Dalam hal agama dia menghendaki agar para ulama mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tidak menutup pintu Ijtihad. Ulama dituntut kadar kemampuannya yang cukup untuk menginterpretasikan konsep agama sesuai dengan tuntutan zaman tetapi ia tidak menulis secara lantang bahwa pintu ijtihad itu terbuka ia hanay mengajak orang Mesir untuk menerima dan memanfaatkan Sains modern yang sudah dikembangkan oleh barat yang pada hakikatnya juga berasal dari hasil pemikiran Islam terdahulu.[29]
-          Sains Modern untuk kesejahteraan Dunia
Dizaman modern muncul Sains Modern yang didasarkan pada pemikiran yang rasional menurutnya, hal itu tidak bertentanagn dengan syariat. Kesejahteraan dunia maju dengan system yang serba Modern adalah seprti Eopa. Negara ini maju karena sins modern dan ilmu tekhniknya. Oleh sebab itu, untuk mencapai kesejahteraan dunia yang maju bagi umat islam harus mengambil dan menerapka sains modern dan ilmu tekhnik yang maju tersebut. Gagasan ini merupakan gagasan terpenting dari ide pembaharuan al-Tahtawi.[30]
5.      Jamaluddin al-Afgany
Beliau lahir di As’adabad, dekat kota Kan’an di Kabul Afganistan pada tahun 1813 M. dan meninggal di Istambul pada tahun 1887 M. Nama lengkapnya adalah Sayyid Jamaluddin al-Afgani ibn Safar. Ia adalah keturunan Sayyid Ali al-Turmudzi. Jika ditelusuri keturunannya, maka berasal dari Husain ibn Ali ibn Abi Thalib. Hal ini tercermin dari gelar Sayyid yang disandangnya.
Jamaludin Al-Afgani adalah seorang pemimpin pembaharuan dalam Islam yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah dari satu negara ke negara Islam lainnya. Pengaruh terbesar ditinggalkan di Mesir. Ketika zaman Al Tahtawi buku-buku diterjemahkan  sudah menyebar dan di dalamnya terdapat salah satunya  ide trias politika  dan patriotisme, maka pada tahun 1879  Al-Afgani membentuk partai al-Hizb al-Wathan ( Partai Nasionalis) dengan slogan Mesir untuki orang Mesir mulai kedengaran dengan memperjuangkan  universal, kemerdekaan pers dan pemasukan unsur-unsur Mesir ke dalam bidang militer.[31]
Afgany terkenal sebagai muballig kondang dan suka berpindah dari satu daerah ke daerah lainnya untuk membangkitkan semangat umat Islam untuk bangkit melawan penjajah Barat secara bersatu. Salah satu idenya yang sangat terkenal adalah Pan Islamisme. Oleh karena itu, beliau lebih dikenal sebagai tokoh pembaharu di bidang politik dibandingkan pembaharu di bidang pendidikan.
Pemikiran pembaharuan Islam Jamaluddin al-Afghani berdasarkan keyakinan bahwa reformasi Islam adalah penting lantaran ia merupakan basis bagi  pencapaian teknik dan ilmiah, solidaritas politik dan kekuasaan. Dalam pandangan tentang kemunduran umat Islam yang berakibat pada  penguasaan ekonomi dan politik oleh orang Barat, al-Afghani mengatakan bahwa hal ini disebabkan :
1.      .Umat Islam telah meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya dan mengikutiajaran yang datang dari luar dan asing bagi Islam. Mereka kehilangan cita-cita dan menjadi fatalis dan statis karena salah interpretasi tentang arti qadha dan qadar.
2.      .Ukhuwah Islamiyah melemah dikalangan umat Islam ditingkat lokal atau internasional, baik disebabkan oleh perbedaan paham keagamaan Sunni dan Syiah maupun perpecahan antara alim ulama dan raja-raja Islam.
3.      .Kemalasan untuk melakukan ijtihad, karena mereka sudah merasa puas dengan apa yang dihasilkan ulama masa klasik.
4.      .Mereka menganggap segala yang berasal dari Barat dianggap haram dan bid’ah atau subhat yang harus diperangi.
Untuk mengobati penyakit umat Islam semacam itu maka al-Afghani memberikan pemikiran-pemikiran sebagai berikut :
a.       Kejayaan kembali umat Islam terwujud kalau kembali kepada ajaran Islam yang murni dengan meneladani pola hidup sahabat khususnya Khulafa’ al Rasyidun. 2.Perlawanan terhadap kolonialisme dan dominasi Barat secara politik, ekonomi dan kebudayaan.
b.      Pengakuan terhadap keunggulan Barat dalam ilmu dan teknologi, dimana umat Islam harus belajar tentangnya, yang pada hakikatnya hanya mengambil kembali apa yang dulu disumbangkan Islam kepada Barat dan kemudian secara selektif di kritis menggunakannya untuk kejayaan IslamTerkait dengan penjajahan Barat yang menguasai wilayah Islam termasuk Mesir, al-Afghani melihat bahwa Barat telah banyak melakukan  pengrusakan terhadap akidah Islam melalui paham Barat seperti evolusialisme dan materialism.

Sebagai bentuk tanggungjawabnya sebagai tokoh ia melakukan dua sikap: Pertama,menulis buku al- Radd ‘ala al -Dahriyyin, suatu risalah yang menerangkan suatu kerusakan yang ditimbulkan oleh paham materialisme dan menetapkan bahwa agama adalah dasar kebudayaan dan kekufuran adalah perusak kemajuan.
            Kedua, melakukan upaya menghimpun masyarakat Islam dalam satu  payung pemerintahan. Karena hal ini dirasakan tidak memungkinkan maka al-Afghani menggagas untuk menghimpun Negara-negara Islam dalam satu ikatan yang kokoh. Ide ukhuwawah Islamiyah atau  Pan-Islamisme merupakan ide menyatukan Negara-negara Islam yang otonom, berkeadilan, atas dasar musyawarah dan diikat oleh perjanjian persahabatan serta dipimpi

6.      Muhammad Abduh
Muhammad Abduh lahir di Mesir pada tahun 1849. ayahnya berasal dari Turki, sedangkan ibunya keturunan Arab. Abduh adalah salah seorang murid Afgani. Beliau sangat terkenal khususnya dalam bidang pemikiran rasional sehingga digelar New Muttazilah. Namun demikian, beliau tidak ketinggalan dalam bidang pendidikan, bahkan setelah menamatkan studinya di al-Azhar pada tahun 1877, beliau mengajar di berbagai tempat termasuk di almamaternya sendiri.
Pemikiran Pembaharuan Islam Muhammad Abduh memandang bahwa salah satu tugas utamanya sebagai intelektual muslim adalah memberikan tanggapan kepada orang-orang Mesir yang karena terpengaruh oleh keberhasilan Eropa sekuler dan serangannya terhadap Islam- berpendapat bahwa agama merupakan unsur pokok yang menghambat masyarakat Muslim. Perhatian utama Abduh adalah problem kemunduran umat Islam, dan banyaknya dorongan untuk mengubah kemunduran ini dengan berupaya meniru Barat. Menurut pendapatnya hal ini disebabkan oleh .
1.      .Umat Islam sendiri yang tidak melaksanakan ajaran Islam dengan benar. Mereka lebih cenderung pada ajaran tarekat yang ekstrim dan menimbulkan  pengkultusan syeikh tarekat serta dijadikannya perantara dengan Tuhan.
2.      .Paham fatalisme, menerima qadha dan qadar yang salah-hanya menerima nasib tanpa usaha. Padahal al-Qur’an mengajarkan dinamisme untuk meraih cita-cita kesejahteraan duniawi.
3.      .Taqlid buta, hal ini akan menjadikan kebekuan akal, padahal akal dapat digunakan untuk memahami kandungan yang bernilai strategis bagi kemaslahatan umat. 4.Fanatisme madzab yang menyebabkan perpecahan umat.
4.      .Bid’ah yang menyimpang dari akidah murni.Untuk memajukan masyarakat, maka perlu dilakukan pembaharuan agama melalui perbaikan al-Azhar, sebagai pusat ilmu dan dakwah islamiyah. Dengan perbaikan al-Azhar akan menghasilkan orang yang bergairah terhadap agama dan bisa menyiarkan agama keseluruh dunia. Pandangan keagamaan Abduh untuk memperbaiki umat ialah meluruskan akidah dan menghilangkan kesalahan melalui cara menafsirkan al-Qur’an.
            Oleh karena itu, Abduh mengarah pada upaya reformulasi Islam, memisahkan yang esensial dari yang tidak esensial, mempertahankan aspek fundamental dan meninggalkan aspek aksidental warisan sejarah Islam. Ia membenarkan al-
Qur’an dan Hadis sebagai petunjuk Tuhan, tetapi ia menyatakan
 bahwasanya pemikiran adalah unsur utama dalam hal-hal yang tidak tercantum di dalam al- Qur’an dan Hadis.
Sementara al-Qur’an dan Hadis harus selalu diterapkan dalam urusanperibadatan, keputusan individu, atau ijtihad adalah sangat penting untuk menata hubungan-hubungan sosial yang hanya dicapai dengan ide-ide rasional yang bersifat umum dan dengan pertimbangan rasional. Dibalik konsep-konsep Muhammad Abduh tersebut bersandar gerakan internasional reformasi Islam, dan ide membangkitkan semangat masyarakat Mesir abad delapan belas-sembilan belasterhadap al-Qur’an dan Hadis.
 Sebagai theolog yang berpengalaman pada garis-garis tradisional yang merasa yakin bahwa sains dan Islam tidak mungkin bertentangan, menyatakan  bahwa agama dan pemikiran ilmiah bekerja pada level yang berbeda. Oleh karena itu ia memandang bahwa tugasnya ialah menyuguhkan ajaran-ajaran dasar Islam dalam batasan-batasan yang diterima oleh pikiran modern dan mengizinkan  pembaharuan lebih lanjut di satu pihak serta mengizinkan orang mempelajari ilmu  pengetahuan modern di lain pihak. Meskipun Muhammad Abduh dalam materi aktual penafsiran kembalinya tentang Islam tidak menyuguhkan ide-ide baru




BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Mesir   menjadi   wilayah Islam pada zaman khalifah Umar bin Khattab pada 640 M,  Mesir ditaklukkan oleh pasukan Amr Ibn al-Ash yang kemudian ia dijadikan gubernur  di sana. Kemudian diganti oleh Abdullah Ibn Abi Syarh pada masa Usman dan berbuntut konflik yang menjadi salah satu sebab terbunuhnya Usman ra.  
Pada 2 Juni 1798 Napoleon Bonaparte melakukan pendaratan di Alexandria sebagai tanda di mulainya ekspedisi Perancis di Mesir. Ekspedisi yang merupakan rencana lama pemerintahan Louis XIV tentang penyerbuan ke Mesir untuk menghubungkan Laut Merah dan Laut Tengah sehingga bisa memperluas kemenangan mereka ke arah Barat.
Pembaharuan di Mesir lebih banyak berangkat dan digerakan pembaharuan pemikiran akademis baik itu dari lulusan Al-Azhar sebagai tempat khazanah ilmu atau perguruan tinggi lainnya. Begitu pula latar belakang kehidupan dan pengalaman seorang tokoh pembaharu akan mewarnai gerakan pembaharuan yang dilakukannya, seperti adanya perbedaan gerakan pembaharuan  Jamaludin al-Afghani dengan Muhammad Abduh.










DAFTAR PUSTAKA
M. Riza Sihbudi dkk, Konflik dan Diplomasi di Timur Tengah,Bandung, PT. Eresco,1993.

Mubaroh Jaih, Sejarah Perdaban Islam,Pustaka Islamika, 2008 .

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
Rusli, Ris’an. Pembaharuan Modern dalam Islam,Jakarta, Rajawali Per, 2013.
Nasutin Harun. Pembaharuan dalam Islam: sejarah pemikiran dan gerakan: Jakarta: Bulan Bintang.
Mufrodi Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta .




[1] M. Riza Sihbudi dkk, Konflik dan Diplomasi di Timur Tengah,( Bandung, PT. Eresco,1993).h. 81-82.
[2] Prof. Dr. Jaih Mubarok,M.Ag, Sejarah Perdaban Islam,Pustaka Islamika, 2008 cet-1.h.227
[3] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan , h. 28-33
[4]Ibid. h.23
[5]Rusli, Ris’an. Pembaharuan Modern dalam Islam,(Jakarta, Rajawali Per, 2013) hal 19
[6]Ibid., hlm 17
[7] Ibid., hlm 21
[8]Ibid., hlm ..
[9]Ibid., hlm..
[10] Ibid,. hal  26
[11] Nasutin, Harun. Pembaharuan dalam Islam: sejarah pemikiran dan gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) hal 30
[12] Ibid,. hlm 32
[13] Ibid,. hlm 33
[14]Rusli, Ris’an. Pembaharuan Modern dalam Islam,(Jakarta, Rajawali Per, 2013) hal 43
[15] Ibid,. hlm 43
[16]Ibid,. hlm..
[17] Ibid,. hlm ..
[18] Ibid,. hlm 45
[19] Ibid,. hlm ..
[20] Nasutin, Harun. Pembaharuan dalam Islam: sejarah pemikiran dan gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) hal 27
[21]Rusli, Ris’an. Pembaharuan Modern dalam Islam,(Jakarta, Rajawali Per, 2013) hal 54
[22]Ibid., halm 58
[23] Ibid., hlm..
[24]Nasutin, Harun. Pembaharuan dalam Islam: sejarah pemikiran dan gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) hal48
[25]Ibid., hlm..
[26]Rusli, Ris’an. Pembaharuan Modern dalam Islam,(Jakarta, Rajawali Per, 2013) hal72
[27] Ibid., hlm 74
[28]Nasutin, Harun. Pembaharuan dalam Islam: sejarah pemikiran dan gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) hal 48
[29] Ibid., hlm 44
[30] Ibid hlm..
[31] DR. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta , hlm.155-156

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages