BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kedatangan Napoleon di Mesir
pada 1798 merupakan momentum penting dari perkembangan Islam. Kedatangan
“penakluk dari Prancis” ini tidak hanya membuka mata kaum muslim akan apa yang
dicapai oleh peradaban Barat di bidang sains dan teknologi, tetapi juga menandai
awal kolonialisme Barat atas wilayah-wilayah Islam. Di antaranya akibat kontak
itu di lingkuangan elit muslim para penguasa dan kalangan cendikiawan gerakan
pembaharuan Islam kembali memperoleh gairah.
Kaum muslim semakin intensif
dan bersemangat mengkaji kembali doktrin-doktrin dasar Islam khususnya
dihadapkan pada kemajuan Barat. Kritik-kritik terhadap kondisi umum masyarakat
Islam bermunculan, seruan berjihad semakin nyaring terdengar, pandangan lama
yang menganggap pintu ijtihad telah tertutup tidak hanya digugat, tetapi bahkan
dianggap sebagai cermin dari keterbelakangan intelektual. Tidak heran jika
taqlid mendapat kritik pedas dari kalangan pembaharu. Untuk itu pada kesempatan
kali ini kami akan membahas pembaharuan islam di mesir pada makalah kami
B.
Rumusan Masalah
1.
Latar belakang pembaharuan islam dimesir
2.
Tokoh-tokoh pembaharuan mesir
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Sejarah Pembaharuan
Islam di Mesir
Latar belakang sejarah Mesir
secara historis dapat kita lihat ketika Mesir berada pada kekuasaan
Romawi di Timur dengan Bizantium sebagai ibukotanya merupakan awal kebangkitan
Mesir di abad permulaaan Islam yang berkembang menjadi kota dan negara tujuan
setiap orang. Mesir
menjadi wilayah Islam pada zaman khalifah Umar bin
Khattab pada 640 M, Mesir ditaklukkan oleh pasukan Amr Ibn al-Ash yang
kemudian ia dijadikan gubernur di sana. Kemudian diganti oleh Abdullah
Ibn Abi Syarh pada masa Usman dan berbuntut konflik yang menjadi salah satu
sebab terbunuhnya Usman ra.
Mesir menjadi sangat menarik pada
masa kekuasaan Romawi tersebut karena ia mempunyai potensi yang secara
tradisional telah berakar di Mesir. Mesir menjadi salah satu pusat peradaban
Islam dan pernah dikuasai dinasti-dinasti kecil pada zaman Bani Abbas, seperti
Fatimiah (sampai tahun 567 H) yang mendirikan Al-Azhar, dinasti Ayubiyah
(567-648 H) yang terkenal dengan Perang Salib dan perjanjian ramalah mengenai
Palestina, Dinasti Mamluk (648-922 H) sampai ditaklukan oleh Napoleon dan Turki
Usmani. [1]
Pada 2 Juni 1798 Napoleon Bonaparte
melakukan pendaratan di Alexandria sebagai tanda di mulainya ekspedisi Perancis
di Mesir. Ekspedisi yang merupakan rencana lama pemerintahan Louis XIV tentang
penyerbuan ke Mesir untuk menghubungkan Laut Merah dan Laut Tengah sehingga
bisa memperluas kemenangan mereka ke arah Barat. Ekspedisi Perancis tersebut
berlangsung selama tiga tahun dan berakhir pada tanggal 31 Agustus 1801.
Segera setelah Mesir menjadi salah satu bagian Islam, Mesir tumbuh
dengan mengambil peranan yang sangat sentral sebagaimana peran-peran sejarah
kemanusiaan yang dilakoninya pada masa yang lalu, misalnya :
a. Menjadi sentral pengembangan Islam di wilayah
Afrika, bahkan menjadi batu loncatan pengembangan Islam di Eropa lewat selat
Gibraltar (Aljajair dan Tunisia).
b. Menjadi kekuatan Islam di Afrika, kakuatan militer
dan ekonomi.
c. Pengembangan Islam di Mesir merupakan napak tilas
terhadap sejarah Islam pada masa Nabi Musa yang mempunyai peranan penting dalam
sejarah kenabian.
d. Menjadi wilayah penentu dalam pergulatan
perpolitikan umat Islam, termasuk di dalamnya adalah peralihan kekuasaan dari
Khulafaur Rasyidin kepada Daulat Bani Umaiyah dengan tergusurnya Ali Bin Abi
Thalib dalam peristiwa “Majlis Tahkim”.
Bagaiamanapun Mesir adalah sebuah tempat yang
sarat dengan peran politik dan kesejarahan. Bagaimana tidak, nampaknya Mesir
dilahirkan untuk selalu dapat berperan dan memberikan sumbangan terhadap
perjalanan sejarah Islam itu sendiri. Dari segi ekonomi dan politik,
ia memberikan sumbangan yang cukup besar terutama sektor perdagangan dan
pelabuhan Iskandariyah yang memang sejak kerajaan Romawi Timur merupakan
pelabuhan yang ramai. Sedangkan dari segi pembangunan hukum Islam, Mesir
merupakan daerah yang ikut melahirkan bentuk dan aliran hukum Islam terutama
dengan kehadiran Imam Syafi’i, yang hukum-hukumnya sangat kita kenal.
Setelah kehancurn kerajaan Islam di Bagdad,
Mesir tampil dengan format perpolitikan yang baru, yang berkembang bersama
kerajaan Daulat Fatimiyah. Kerajaan Daulat Bani Fathimiyah adalah salah satu
dari tiga kerajaan besar Islam, yaitu Daulat Safawiyah di Parsi dan Kerajaan
Moghul di India, pasca kejayaan Islam pada masa Daulat Bani Abasiyah di Bagdad
dan Bani Umaiyah di Spanyol. Kehadiran Mesir bersama Daulat Bani Fathimiyah
yang didirikan oleh aliran/sekte Syi’ah (kerajaan Syi’ah) telah memberikan
isyarat adanya kekuatan Islam di saat Islam mengalami kemunduran. Statemen
tersebut bukanlah sebuah apologi, karena bukti-bukti eksistensi kerajaan
tersebut sampai saat ini masih dapat kita jumpai, misalnya berdirinya
Universitas Al-Azhar yang didirikan oleh Nizamul Mulk sebagai pusat
kajian keilmuan Islam.
Ketika melacak sejarah Mesir, akan lebih
menarik dari munculnya (kekhalifahan) dinasti Fatimiyah yang membangun
Universitas Al-Azhar sebagai Perguruan Tinggi Islam besar tertua yang dianggap
mewakili peradaban dan basis ilmiah-intelektual pasca-klasik sampai modern,
yang kini dianggap masih ada dan tidak terhapus oleh keganasan perang, berbeda
dengan Universitas Nizamiyah di Bagdad yang hanya tinggal kenangan. Setelah
keruntuhan Bagdad, Al-Azhar dapat disimbolkan sebagai khasanah pewarisan
bobot citra keagamaan yang cukup berakar di dunia Islam. Tonggak inilah yang
membawa Mesir memiliki aset potensial dikemudian hari dalam gagasan-gagasan
modernisme.
Setelah Dinasti Fatimiyah dan
penerus-penerusnya dilanjutkan lagi oleh Sultan Mamluk sampai tahun 1517
M, mereka inilah yang sanggup membebaskan Mesir dan Suriah dari
peperangan Salib serta yang membendung kedahsyatan tentara Mogol di bawah
pimpinan Hulagu dan Timur Lenk. Dengan demikian Mesir terbebaskan dari
penghancuran dari pasukan Mogol sebagaimana yang terjadi di dunia Islam
yang lain.
Pada tanggal 2 Juni
1798 M, ekspedisi Napoleon mendarat
di Alexandria (Mesir) dan berhasil mengalahkan Mamluk
dan berhasil menguasai Kairo. Setelah ditinggal Napoleon digantikan oleh
Jenderal Kleber dan kalah ketika bertempur melawan Inggris. Dan pada saat
bersamaan datanglah pasukan Sultan Salim III ( Turki Usmani)
pada tahun 1789-1807 M dalam rangka mengusir Prancis dari Mesir. Salah satu
tentara Turki Usmani adalah Muhammad Ali yang kemudian menjadi gubernur Mesir
di bawah Turki Usmani.[2]
Walaupun Napoleon menguasai Mesir hanya dalam
waktu sekitar tiga tahun, namun pengaruh yang ditinggalkannya sangat besar
dalam kehidupan bangsa Mesir. Napoleon Bonaparte menguasai Mesir sejak tahun
1798 M. Ini merupakan momentum baru bagi sejarah umat Islam, khususnya di Mesir
yang menyebabkan bangkitnya kesadaran akan kelemahan dan keterbelakangan
mereka. Kehadiran Napoleon Bonaparte di samping membawa pasukan yang kuat, juga
membawa para ilmuwan dengan seperangkat peralatan ilmiah untuk mengadakan
penelitian.[3]
Harun Nasution menggambarkan ketika Napoleon
datang ke Mesir tidak hanya membawa tentara, akan tetapi terdapat 500
orang sipil 500 orang wanita. Diantara jumlah tersebut terdapat 167 orang ahli
dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan membawa 2 unit percetakan dengan
huruf Latin, Arab dan Yunani, tujuannya untuk kepentingan ilmiah yang
pada akhirnya dibentuk sebuah lembaga ilmiah dinamai Institut d’Egypte terdiri
dari ilmu pasti, ilmu alam, ekonomi politik, dan sastera seni. Lembaga
ini boleh dikunjungi terutama oleh para ulama dengan harapan akan menambah
pengetahuan tentang Mesir dan mulailah terjadi kontak langsung dengan peradaban
Eropa yang baru lagi asing bagi mereka.[4]
B.
Tokoh-Tokoh Pembaharuan Mesir
1.
Nappoleon Bonaparte
Napoleon
adalah actor utama dalam ekspedisi ke Mesir. Dia merupakan anak kedua dari
delapan bersaudara. Ia dilahirkan pada 15 agustus 1769 di Ajaccio, Corsika.
Bapak. Bapaknya Carlo Bonaparte berasal dari kaum ningrat, seorang pengacara
termasyhur. Menikah dengan Letizia Ramolino.[5]
Dari
ibunya ia belajar tentang disiplin, ketekunan, belajar ekonomi dan rasa kesetiaan
kepada keluarga. Sedangkan dar bapaknya dia mewarisi cara berpakaian yang
simpatik.
Ketika
ayahnya meninggal 24 februari 1785 dia mengambil alih kepemimpinan dalam
keluarganya, padahal ia bukanlah anak yang tertua dan ketika itu umurnya baru
16 tahun.[6]
September
1785 ia lulus dengan peringkat ke-42 dari 51 siswa dari akademik Militer Ecole
di Paris dengan pangkat Letnan Dua bidang artileri. Jiwa kepemimpinan yang
telah dimilikinya semakin matang setelah lulus dari akademik itu.[7]
Empat
tahun setelah ia menamatkan pendidikannya, meletuslah revolusi prancis. Sejak
itulah dia menapaki karir militernya dan mendapatkan peluang untuk menunjukkan
kepiawaiannya, karena pemerintahan prancis terlibat perang dengan beberapa
Negara saingannya.[8]
Tahun
1793, ia berhasil mendudukkan kota kulon Toulon. Atas keberhasilannya itu
pangkatnya dinaikkan menjadi Brigadir Jenderal. Karena kegemilangannya, enam
bukan berikutnya ia dipercayakan menjadi komandan Artileri Prancis di Itali. Di
sini, kemenangan dan sukses besar juga berpihak kepadanya. Lebih dari itu, ia
berhasil menguasai Corsica dan merebut kota Wina pada Tahun 1797.[9]
Langkah
berikutnya, tahun 1798, Napoleon bersama pasukannya mengadakan ekspedisi ke
Mesir. Ekspedisi ini berhasil,membangun umat islam dari tidurnya. Mereka sadar
bahwa peta kemajuan telah berpindah ketangan kaum Kristen eropa. Paristiwa ini
telah memengaruhi umat islam untuk mencapai dan merebut kemajuannya yang telah
hilang. Hal ini dapat dibuktikan dengan perubahan-perubahan yang mulai tampak
di dunia islam sesudah ekspedisi baik di Mesir maupun di daerah-daerah. namun
tidak bertahan lama, karena beberapa waktu setelah itu, ia diminta kembali ke
Prancis serta meninggalkan Mesir saat itu tanggal 18 agustus 1799. Kemudian
kepemimpinannya digantikan oleh jendral Kleber yang hanya berlangsung 10 bulan
karena pada tahun 1800 ia mati terbunuh kemudian ia digantikan oleh Abdulah
Jacques Menon. Hinga pada akhirnya tanggal 31 agustus 1801 tentara Prancis
dipaksa angkat kaki dari bumi mesir.[10]
Ide ide baru Napoleon dalam ekspedisi mesir
Diantara
sebab-sebab yang membawa kepada kelemahan imat islam adalah kekhalifahan yang
hilang dan munculnya system kerajaan
sestem kekhalifahan lebih bersifat demokratis dimana seorang khalifah
dipilih oleh umat islam berdasarkan musyawarah. Di Mesir Napoleon
memperkenalkan ide-idenya yeng kemudian menggeser system pemerintahan yang
berbentuk kerajaan diwilayah itu, ide-ide tersebut antara lain:
-
System pemerintahan republic
Dalam system ini kepala Negara dipilih oleh rakyat, tunduk pada
undang-undang dan dapat dijatuhkan oleh parlemen.[11]
-
Ide persamaan
Egalite yang berarti persamaan merupakan ide yang lain yang
ditransfer Napoleon dari Perancis ke Mesir. Dalam ide ini rakyat dianggap
memiliki kedudukan yang sama dalam pemerintahan.[12]
-
Ide kebangsaan
Nasionalisme. Dalam maklumatnya Napoleon menegaskan bahwa perancis
adalah suatu bangsa dan kaum mamluk adalah orang asing yang datang ke Mesir
dari Kau kasus. Karena itu meskipun beragama islam mereka berlainan bangsa
dengan orang-orang mesir. Dalam maklumat itu juga ia mengemukakan ungkapan “al-ummah
al-Mishriyah “ (umat mesir). Pada waktu itu orang islam hanya mengenal
istilah “ al- Ummah al-Islamiyah “ (Umat Islam) disini Perbedaan bangsa tidak
selalu dipersoalkan oleh umat islam. Yang mereka sadari adalah perbedaan agama.[13]
2.
Muhammad Ali Pasha(1805-1849)
Ia adalah tokoh
pembaharuan Mesir yang dilahirkan pada tahun 1769 M. di Kawalla, Marcedomenia,
daerah kawasan Yunani. Ia termasuik keturunan turki. Dia adalah salah satru
perwira yang dikirim ke Mesir untuk menghadapi tentara Napoleon. . Dalam
pertempuran dengan tentara Napoleon tahun 1801 M.[14]
Muhammad Ali
menunjukkan keberaniannya yang luar biasa sehingga pangkatnya cepat naik
menjadi Kolonel. Dan karena itu pula ia dipercaya oleh Sultan Turki Utsmani
untuk memangku jabatan menjadi Panglima pasukan Albania yang dikirim ke Mesir
untuk mengusir tentara Prancis.[15]
Pada tahun 1805
M Rakyat Mesir mamilih dan mengangkat Muhammad Ali sebagai Gubernur Mesir
disitul awal kepemimpinannya di Mesir dimasa pemerintahannya ia telah banyak
mengirim beberapa kali pasukannya untuk menaklukkan daerah-daerah diluar Mesir.
[16]
Pada tahun 1811
Mia mengirim tentaranya untuk pertama kali ke Saudi Arabia untuk memerangi
Wahabi kemudian berlanjut ke wilayah Barat Saudan tahun 1820 M hinggan pada
tahun ke 1827 M ia menderita kekalahan di Navarino setelah dipukul mundur oleh
gabungan pasukan Prancis-Inggris-Rusia kemudian iapun menarik kembali
pasukannya untuk menjaga kontinuitas kekuasaan dinastinya dimesir.[17]
Akhirnya, tahun
1832 ia melakukan penyerangan ke Syiria serangan ini dilator belakangi oleh
keingkaran janji Sulta Turki yang telah menjanjikan member Syiria kebawah
kekuasaan Mesir bila membasmi pemberontaka Yunani pada tahun 1822.[18]
Pada tahun 1832
pasukan Muhammad ali menjarah palestina,
menghancurkan tantara Turki yang ada di Homs dan Aleppo dibawah pimpinan
Ibrahim. Antar tahun 1843-1839 ia kembali mengirim pasukannya ke Saudi Arabia
untuk menduduki Najd, Hijaz, dan yaman. Namun atan tekanan inggris telah
memaksa Muhammad ali untuk melepaskan dominasinya atas semenajung Arabia,
Beirut Syiria dan Palestina. Akibat lain dari tekanan inggris kekuasaan
Muhammad Ali memngeci dan hanya tinggal mesir dan Sudan bagian barat.Kemudian
pada tahun 1849 Muhammad ali wafat dalam usia 80 tahun. [19]
3.
Pembaharuan Muhammad Ali
Selama 45
tahun.ia pemerintahannya ia banyak melakukan usaha-usaha pembaharuannya di
berbagai bidang antara lain yaitu:
-
Bidang Militer
Adapun langkah-langkah yang diambil Muhammad ali dalam pembaharuan
dibidan ini adalah dengan menugaskan colonel Save melatih dan menata militer
secara modern.[20]
-
Bidang Ekonomi
Kebijakan Muhammad Ali dalam bidang ini dimulai dengan pengambil
alihan tanah pertanian untuk Negara
tindakan itu disinyali oleh sebagian ahli sejarah sebagai usaha mengadakan
nasionalisasi pemilik tanah. Ditambah lagi dengan melakukan penarikan pajak
terhadap peternak utama rakyat seperti kerbau, perahu pengangkut barng dll.[21]
-
Bidang Pendidikan
Ia memulainya dengan dengan mendirikan satu kembaga Kementrian
Pendidikan untuk mengatur dan mengelola pangadaan dan pengembangan berbagai
sarana pendidikan.[22]
4.
Rif’ah al-Tahtawi
Ia adalah
pimpina mahasiswa yang diutus Muhammad Ali keprancis ketika berumur 16 tahun.
Ia lahir di tahta suatu kota di Mesir Selatan pada 1801 dan meninggal pada
tanggal 27 mei 1873. Ia belajar di kairo selama 5 tahun kemudian belajar di
Azhar selama 2 tahun hingga pada tahun 1824 diangkat menjadi imam tentara dan 2
tahun setelahnya baru dikirim ke Prancis.[23]
Setelah kembali
ke Kairo dia menjadi pengajar bahasa Prancis dan penerjemah diSekolah kesehatan
dua tahun setelahnya dipindah kesekolah Artileri untuk memimpin menerjemahkan
buku tekhnik dan kemiliteran. Ia juga pernah menjabat kepala sekolah penerjemah
UU Prancis dalam bahasa arab juga memimpin Surat Kabar Waqa’lul Misyriyah.[24]
At-Tahtawi
bukanlah seorang sekuler. Dia menghendaki mesir maju seprti barat namun tetap
dijiwai agama dala segala aspek. Salah satu jalan untuk kesejahteraan adalah
dengan berpegang dengan agama dan akhlak. Dia juga mencetak emansipasi
pendidikan bagi wanita agar mereka bisa mendidik anak-anaknya menjadi Patner
suami dalam kehidupan intelek dan sosial serta dapat pula bekerja.
Ide-ide
Pembaharuannya
pikiran
cemerlang al-Tahtawi telah bertemu dengan pikiran barat yang didapatinya di
Prancis baik melalui bacaannya yang luas maupun dari hasil pengamatannya selama
dia disana. Dan hasinya melahirkan ide-ide yang diyakini berguna untuk
dikembangkan di Mesir antara lain:
-
Ide Pantriotisme (hub al-Watthan)
Yang dimaksud Tahtawi adalah kerja keras, pengabdian dan loyalitas
yang disumbangkan untuk tanah air (al-Wathan) oleh semua golongan masyarakat berdasarkan hak dan tanggung jawab dan
kedudukan masing-masing untuk kemakmuran bersama.[25]
-
Pemerintah
Masyarakat terdiri dari 4 golongan. Dua golongan pertama adalah
pemerintah dan dua golongan lainnya adalah diperintah. Dan ia menekankan
hubungan ulama dengan pemerrintah yang berkuasa, bahwa kepala Negara harus
bersikap hormat terhadap ulama dan memandang mereka sebagai mitranya dalam
menjalankan pemerintahan. Sedankan ulama haru mampu mengaktualisasikan peranan
dan fungsi syariat dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu ulama harus membekali
dirinya dengan menguasai perkembangan modern.[26]
-
Ekonomi
Al-Tahtawi menekankan keterkaitan antara kesejahteraan dan tanggung
jawab masyarakat dan pemerintah, bahwa kesejahteraan di dunia bergantung kepada
kemajuan ekonomi . sedangkan kemauan ekonomi ditentukan pula oleh semangat
kerja dan pengabdian dari masyarakat yang mempunyai semangat patriotisme.
Disamping itu hanya pemerintah baiklah yang dapat memajukan ekonimo khiusus di
mesir yang mempunyai potensi ekonimo yang cukup untuk pengembangan dan kemajuan
ekonomi. Potensi utama adalah pertanian.[27]
-
Pendidikan
Menurutnya pendidikan dasar harus bersifat universal dan merupakan
hak yang sama bagi semua tingkat kehidupan masyarakat kecuali tingkat
pendidikan menengah ke atas, ini bersifat anjuran. Kepentingan wanita
memperoleh pendidikan adalah karena 3 hal: supaya ia dapat menciptakan
keharmonisan rumah tangga dan mendidik anak-anaknya, bekal untuk kesempatan
kerja sebagai hak yang sama dengan kaum laki-laki dan untuk melindungi diri
dari hal-hal yang negative. Hal ini banyak dikemukakan dalam bukunya “al-Mursyid
al-Amin li al-Banat “ sebagai ide emasipasi wanita yang baru bagi
masyarakat mesir.[28]
-
Ijtihad tetap terbuka
Dalam hal agama dia menghendaki agar para ulama mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan tidak menutup pintu Ijtihad. Ulama dituntut
kadar kemampuannya yang cukup untuk menginterpretasikan konsep agama sesuai
dengan tuntutan zaman tetapi ia tidak menulis secara lantang bahwa pintu
ijtihad itu terbuka ia hanay mengajak orang Mesir untuk menerima dan
memanfaatkan Sains modern yang sudah dikembangkan oleh barat yang pada
hakikatnya juga berasal dari hasil pemikiran Islam terdahulu.[29]
-
Sains Modern untuk kesejahteraan Dunia
Dizaman modern muncul Sains Modern yang didasarkan pada pemikiran
yang rasional menurutnya, hal itu tidak bertentanagn dengan syariat.
Kesejahteraan dunia maju dengan system yang serba Modern adalah seprti Eopa.
Negara ini maju karena sins modern dan ilmu tekhniknya. Oleh sebab itu, untuk
mencapai kesejahteraan dunia yang maju bagi umat islam harus mengambil dan
menerapka sains modern dan ilmu tekhnik yang maju tersebut. Gagasan ini
merupakan gagasan terpenting dari ide pembaharuan al-Tahtawi.[30]
5.
Jamaluddin
al-Afgany
Beliau lahir di
As’adabad, dekat kota Kan’an di Kabul Afganistan pada tahun 1813 M. dan
meninggal di Istambul pada tahun 1887 M. Nama lengkapnya adalah Sayyid
Jamaluddin al-Afgani ibn Safar. Ia adalah keturunan Sayyid Ali al-Turmudzi.
Jika ditelusuri keturunannya, maka berasal dari Husain ibn Ali ibn Abi Thalib.
Hal ini tercermin dari gelar Sayyid yang disandangnya.
Jamaludin Al-Afgani adalah seorang pemimpin pembaharuan dalam Islam
yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah dari satu negara ke negara Islam
lainnya. Pengaruh terbesar ditinggalkan di Mesir. Ketika zaman Al Tahtawi
buku-buku diterjemahkan sudah menyebar dan di dalamnya terdapat salah
satunya ide trias politika dan patriotisme, maka pada tahun
1879 Al-Afgani membentuk partai al-Hizb al-Wathan ( Partai Nasionalis)
dengan slogan Mesir untuki orang Mesir mulai kedengaran dengan
memperjuangkan universal, kemerdekaan pers dan pemasukan unsur-unsur
Mesir ke dalam bidang militer.[31]
Afgany terkenal
sebagai muballig kondang dan suka berpindah dari satu daerah ke daerah lainnya
untuk membangkitkan semangat umat Islam untuk bangkit melawan penjajah Barat
secara bersatu. Salah satu idenya yang sangat terkenal adalah Pan Islamisme.
Oleh karena itu, beliau lebih dikenal sebagai tokoh pembaharu di bidang politik
dibandingkan pembaharu di bidang pendidikan.
Pemikiran
pembaharuan Islam Jamaluddin al-Afghani berdasarkan keyakinan bahwa reformasi
Islam adalah penting lantaran ia merupakan basis bagi pencapaian teknik
dan ilmiah, solidaritas politik dan kekuasaan. Dalam pandangan tentang
kemunduran umat Islam yang berakibat pada penguasaan ekonomi dan politik
oleh orang Barat, al-Afghani mengatakan bahwa hal ini disebabkan :
1. .Umat Islam telah meninggalkan ajaran Islam
yang sebenarnya dan mengikutiajaran yang datang dari luar dan asing bagi Islam. Mereka
kehilangan cita-cita dan menjadi fatalis dan statis karena salah interpretasi
tentang arti qadha dan qadar.
2. .Ukhuwah
Islamiyah melemah dikalangan umat Islam ditingkat lokal atau internasional,
baik disebabkan oleh perbedaan paham keagamaan Sunni dan Syiah maupun
perpecahan antara alim ulama dan raja-raja Islam.
3. .Kemalasan
untuk melakukan ijtihad, karena mereka sudah merasa puas dengan apa yang
dihasilkan ulama masa klasik.
4. .Mereka
menganggap segala yang berasal dari Barat dianggap haram dan bid’ah atau subhat
yang harus diperangi.
Untuk mengobati penyakit umat Islam
semacam itu maka al-Afghani memberikan pemikiran-pemikiran sebagai berikut :
a. Kejayaan
kembali umat Islam terwujud kalau kembali kepada ajaran Islam yang murni dengan
meneladani pola hidup sahabat khususnya Khulafa’ al Rasyidun. 2.Perlawanan
terhadap kolonialisme dan dominasi Barat secara politik, ekonomi dan
kebudayaan.
b.
Pengakuan terhadap keunggulan Barat
dalam ilmu dan teknologi, dimana umat Islam harus belajar tentangnya, yang pada
hakikatnya hanya mengambil kembali apa yang dulu disumbangkan Islam kepada
Barat dan kemudian secara selektif di kritis menggunakannya untuk kejayaan
IslamTerkait
dengan penjajahan Barat yang menguasai wilayah Islam termasuk Mesir, al-Afghani
melihat bahwa Barat telah banyak melakukan pengrusakan terhadap akidah
Islam melalui paham Barat seperti evolusialisme dan materialism.
Sebagai bentuk
tanggungjawabnya sebagai tokoh ia melakukan dua sikap: Pertama,menulis buku al-
Radd ‘ala al -Dahriyyin, suatu risalah yang menerangkan suatu kerusakan
yang ditimbulkan oleh paham materialisme dan menetapkan bahwa agama adalah
dasar kebudayaan dan kekufuran adalah perusak kemajuan.
Kedua, melakukan upaya menghimpun
masyarakat Islam dalam satu payung pemerintahan. Karena hal ini dirasakan
tidak memungkinkan maka al-Afghani menggagas untuk menghimpun Negara-negara
Islam dalam satu ikatan yang kokoh. Ide ukhuwawah Islamiyah atau
Pan-Islamisme merupakan ide menyatukan Negara-negara Islam yang otonom,
berkeadilan, atas dasar musyawarah dan diikat oleh perjanjian persahabatan
serta dipimpi
6.
Muhammad Abduh
Muhammad Abduh
lahir di Mesir pada tahun 1849. ayahnya berasal dari Turki, sedangkan ibunya
keturunan Arab. Abduh adalah salah seorang murid Afgani. Beliau sangat terkenal
khususnya dalam bidang pemikiran rasional sehingga digelar New Muttazilah.
Namun demikian, beliau tidak ketinggalan dalam bidang pendidikan, bahkan
setelah menamatkan studinya di al-Azhar pada tahun 1877, beliau mengajar di
berbagai tempat termasuk di almamaternya sendiri.
Pemikiran Pembaharuan Islam Muhammad
Abduh memandang bahwa salah satu tugas utamanya sebagai intelektual muslim
adalah memberikan tanggapan kepada orang-orang Mesir yang karena terpengaruh
oleh keberhasilan Eropa sekuler dan serangannya terhadap Islam- berpendapat
bahwa agama merupakan unsur pokok yang menghambat masyarakat Muslim. Perhatian
utama Abduh adalah problem kemunduran umat Islam, dan banyaknya dorongan untuk
mengubah kemunduran ini dengan berupaya meniru Barat. Menurut pendapatnya hal
ini disebabkan oleh .
1. .Umat
Islam sendiri yang tidak melaksanakan ajaran Islam dengan benar. Mereka lebih
cenderung pada ajaran tarekat yang ekstrim dan menimbulkan pengkultusan
syeikh tarekat serta dijadikannya perantara dengan Tuhan.
2. .Paham
fatalisme, menerima qadha dan qadar yang salah-hanya menerima nasib tanpa
usaha. Padahal al-Qur’an mengajarkan dinamisme untuk meraih cita-cita
kesejahteraan duniawi.
3. .Taqlid
buta, hal ini akan menjadikan kebekuan akal, padahal akal dapat digunakan untuk
memahami kandungan yang bernilai strategis bagi kemaslahatan umat. 4.Fanatisme
madzab yang menyebabkan perpecahan umat.
4. .Bid’ah
yang menyimpang dari akidah murni.Untuk memajukan masyarakat, maka perlu
dilakukan pembaharuan agama melalui perbaikan al-Azhar, sebagai pusat ilmu dan
dakwah islamiyah. Dengan perbaikan al-Azhar akan menghasilkan orang yang
bergairah terhadap agama dan bisa menyiarkan agama keseluruh dunia. Pandangan
keagamaan Abduh untuk memperbaiki umat ialah meluruskan akidah dan
menghilangkan kesalahan melalui cara menafsirkan al-Qur’an.
Oleh karena itu, Abduh mengarah pada upaya reformulasi
Islam, memisahkan yang esensial dari yang tidak esensial, mempertahankan aspek
fundamental dan meninggalkan aspek aksidental warisan sejarah Islam. Ia
membenarkan al-
Qur’an dan Hadis sebagai petunjuk
Tuhan, tetapi ia menyatakan
bahwasanya pemikiran adalah
unsur utama dalam hal-hal yang tidak tercantum di dalam al- Qur’an dan Hadis.
Sementara al-Qur’an dan Hadis harus
selalu diterapkan dalam urusanperibadatan, keputusan individu, atau
ijtihad adalah sangat penting untuk menata hubungan-hubungan sosial yang
hanya dicapai dengan ide-ide rasional yang bersifat umum dan dengan pertimbangan
rasional. Dibalik konsep-konsep Muhammad Abduh tersebut bersandar gerakan
internasional reformasi Islam, dan ide membangkitkan semangat masyarakat Mesir
abad delapan belas-sembilan belasterhadap al-Qur’an dan Hadis.
Sebagai theolog yang berpengalaman pada
garis-garis tradisional yang merasa yakin bahwa sains dan Islam tidak mungkin
bertentangan, menyatakan bahwa agama dan pemikiran ilmiah bekerja pada
level yang berbeda. Oleh karena itu ia memandang bahwa tugasnya ialah
menyuguhkan ajaran-ajaran dasar Islam dalam batasan-batasan yang diterima oleh
pikiran modern dan mengizinkan pembaharuan lebih lanjut di satu pihak
serta mengizinkan orang mempelajari ilmu pengetahuan modern di lain
pihak. Meskipun Muhammad Abduh dalam materi aktual penafsiran kembalinya
tentang Islam tidak menyuguhkan ide-ide baru
PENUTUP
KESIMPULAN
Mesir menjadi wilayah Islam pada zaman
khalifah Umar bin Khattab pada 640 M, Mesir ditaklukkan oleh pasukan Amr
Ibn al-Ash yang kemudian ia dijadikan gubernur di sana. Kemudian diganti
oleh Abdullah Ibn Abi Syarh pada masa Usman dan berbuntut konflik yang menjadi
salah satu sebab terbunuhnya Usman ra.
Pada 2 Juni 1798 Napoleon Bonaparte
melakukan pendaratan di Alexandria sebagai tanda di mulainya ekspedisi Perancis
di Mesir. Ekspedisi yang merupakan rencana lama pemerintahan Louis XIV tentang
penyerbuan ke Mesir untuk menghubungkan Laut Merah dan Laut Tengah sehingga
bisa memperluas kemenangan mereka ke arah Barat.
Pembaharuan di Mesir lebih banyak berangkat dan digerakan
pembaharuan pemikiran akademis baik itu dari lulusan Al-Azhar sebagai tempat
khazanah ilmu atau perguruan tinggi lainnya. Begitu pula latar belakang
kehidupan dan pengalaman seorang tokoh pembaharu akan mewarnai gerakan
pembaharuan yang dilakukannya, seperti adanya perbedaan gerakan
pembaharuan Jamaludin al-Afghani dengan Muhammad Abduh.
DAFTAR
PUSTAKA
M. Riza Sihbudi dkk, Konflik dan Diplomasi di Timur Tengah,Bandung,
PT. Eresco,1993.
Mubaroh Jaih, Sejarah Perdaban Islam,Pustaka
Islamika, 2008 .
Harun Nasution,
Pembaharuan
dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
Rusli, Ris’an. Pembaharuan
Modern dalam Islam,Jakarta, Rajawali Per, 2013.
Nasutin Harun. Pembaharuan
dalam Islam: sejarah pemikiran dan gerakan: Jakarta: Bulan Bintang.
Mufrodi Ali, Islam di
Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta .
[1] M. Riza Sihbudi dkk, Konflik dan Diplomasi di Timur Tengah,(
Bandung, PT. Eresco,1993).h. 81-82.
[2] Prof. Dr. Jaih Mubarok,M.Ag, Sejarah Perdaban Islam,Pustaka
Islamika, 2008 cet-1.h.227
[3] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah
Pemikiran dan Gerakan , h. 28-33
[4]Ibid. h.23
[5]Rusli, Ris’an. Pembaharuan Modern dalam
Islam,(Jakarta, Rajawali Per, 2013) hal 19
[6]Ibid., hlm 17
[7] Ibid., hlm 21
[8]Ibid., hlm ..
[9]Ibid., hlm..
[10] Ibid,. hal 26
[11] Nasutin, Harun. Pembaharuan dalam Islam: sejarah pemikiran
dan gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) hal 30
[12] Ibid,. hlm 32
[13] Ibid,. hlm 33
[14]Rusli, Ris’an. Pembaharuan Modern dalam
Islam,(Jakarta, Rajawali Per, 2013) hal 43
[15] Ibid,. hlm 43
[16]Ibid,. hlm..
[17] Ibid,. hlm ..
[18] Ibid,. hlm 45
[19] Ibid,. hlm ..
[20] Nasutin, Harun. Pembaharuan dalam Islam: sejarah pemikiran
dan gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) hal 27
[21]Rusli, Ris’an. Pembaharuan Modern dalam
Islam,(Jakarta, Rajawali Per, 2013) hal 54
[22]Ibid., halm 58
[23] Ibid., hlm..
[24]Nasutin, Harun. Pembaharuan dalam Islam: sejarah pemikiran
dan gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) hal48
[25]Ibid., hlm..
[26]Rusli, Ris’an. Pembaharuan Modern dalam
Islam,(Jakarta, Rajawali Per, 2013) hal72
[27] Ibid., hlm 74
[28]Nasutin, Harun. Pembaharuan dalam Islam: sejarah pemikiran
dan gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) hal 48
[29] Ibid., hlm 44
[30] Ibid hlm..
[31] DR. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab,
Jakarta , hlm.155-156
No comments:
Post a Comment