MAKALAH
KAIDAH FIKIH
AL ‘ADATU MUHAKKAMAH
Di
ajukan untuk memenuhi tugas kaidah fikih
Dosen
pembimbing:
. 1.
2.
Ahmad Fahmi (S20161037)
3.
Muhammad Yahfi Hasan (S20161013)
4.
Dina Izzatul Ulya (S20161038)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
FAKULTAS SYARI’AH
AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
TAHUN 2017
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah
segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-NYA untuk
kami sehingga dapat menulis makalah kaidah fikih ini. Sholawat serta salam
tidak lupa kami haturkan kepada baginda agung Muhammad SAW.
Dalam
menyusun makalah ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, banyak kesulitan
yang di hadapi namun, kami sadar bahwa
makalah ini dapat tersusun karena ridho Allah serta dorongan keras dari dosen
pembimbing.
Makalah
ini kami susun agar pembaca mengetahui suatu perbedaan hukum dan kebiasaan. kami
berharap melalui makalah ini dapat bermanfaat untuk para pembaca dalam hal
memebedakan antara hukum dan kebiasaan, dan mengetahui suatu kebiasaan yang
dapat di jadikan hukum.
Semoga
mkalah ini dapat memberikan manfaat untuk bertambah luasnya ilmu pengetahuan
tentang kaidah. Kami sadar bahwa banyak sekali kekurangan yang kami miliki.
Untuk itu kami sangat berharap kritik dan saran dari para pembaca untuk pembaikan.
Jember,
5 April 2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
COVER
.............................................................................................................................. i
KATA
PENGANTAR........................................................................................................ ii
BAB
1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG............................................................................................ 1
1.2 RUMUSAN MASALAH....................................................................................... 3
BAB
2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian kaidah ....................................................................................
2.2 Kaidah-kaidah yang berkaitan dengan
kaidah.............................................
BAB 3 PENUTUP
3.1 KESIMPULAN...............................................................................................
3.2 SARAN.
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
BAB
I
1.1 LATAR BELAKANG
Kaidah-kaidah
fikih merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat khususnya bagi mahasiswa
fakultas syariah. Mayoritas dari kalangan pemuda-pemudi tidak mengerti kaidah
fikih, terutama bagi pemuda-pemudi bukan lulusan pesantren.
Dalam kaidah fikih terdapat banyak
kaidah-kaidah fikih namun, dalam makalah ini kami mencoba menulis kaidah yang
telah di tugaskan oleh dosen yaitu Al ‘adah muhkkamah ( suatu kebiasaan dapat
menetapkan suatu hukum) kebiasaan dapat dijadikan suatu hukum jika
berkembangnya merupakan hal-hal baikyang tumbuh di masyrakat dengan melihat
sifat hukum itu sendiri.
Kaidah tentang
al ‘adah muhakkamah termasuk suatu hukum yang menyeluruh (kully) mencakup
bagian-bagiannya. Dengan mempelajari kaidah fikih kita dapat mengetahui sesuatu
yang sbenarnya menguasai fikih karena, kaidah fikih itu menjadi titik temu dari
masalah-masalah yang ada dalam fikih, lebih arif untuk menerapkan fikih dalam
waktu dan tempat yang berbeda. Selain itu, akan lebih moderat di dalam
menyikapi suatu masalah ekonomi, sosial, budaya dan lebih mudah mencari solusi
terhadap masalah yang terus muncul di masyarakat.
1.2
RUMUSAN
MASALAH
Ø
Pengertian
Al ‘adah muhakkamah
Ø
Kaidah-kaidah
yang berkaitan dengan al ‘adah muhakkamah
BAB
II
KAJIAN
TEORI
2.1
Definisi kaidah al ‘adah muhakkamah
Secara bahasa al
‘adah diambil dari kata al'awud ( العود ) atau al-mu'awadah ( المؤدة) yang artinya berulang. Maka
dari itu, setiap sesuatu yang terbiasa di lakukan atau berkali-kali dilakukan
disebut adat.
Adapun definisi al-'adah menurut Ibnu Nuzhaim adalah :
عبا رة عما
يستقر فى النفوس من العمور المتكررالمقبولة عند الطباع السليمة
“Sesuatu ungkapan dari apa yang terpendam dalam diri, perkara yang
berulang-ulang yang bisa diterima oleh tabiat (perangai) yang sehat”.[1]
Contoh al ‘adah muhakkamah:
Batasan sedikit banyaknya haid, nifas, serta suci itu menurut batasan
kebiasaan yang dialami seorang itu sendiri.[2]
Adapun pengertian tersebut
berdasarkan dalil berikut:
Al-quran: surat
al-a;raf ayat 199 berikut ayatnya:
Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf,
serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.
Hadis:
مَا رَءَاهُ
اْلمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ وَمَا رَءَاهُ المُسْلِمُوْنَ
سَيْئًا فَهُوَ عِنْدَااللهِ سَيْءٌ
"Apa yang dipandang baik oleh orang-orang Islam, maka baik pula di
sisi Allah, dan apa saja yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, maka menurut
Allah-pun digolongkan sebagai perkara yang buruk" (HR. Ahmad, Bazar,
Thabrani dalam Kitab Al-Kabiir dari Ibnu Mas'ud)
Substansi yang terkandung
dalam kandungan ayat al-quran dan hadis diatas ialah: jaaran islam
memperhatikan keberadaan unsur-unsur kebudayaan atau adat yang apabila suatu
pandangan itu baik maka, baik pula disisi Allah SWT. islam mengajak kerja sama
yang sinergik untuk memahami kebutuhan, masalah-masalah serta
tantangan-tantangan di masa akan datang.
.
2.1 Kaidah-kaidah yang berkaitan dengan
al ‘adah muhakkamah
2.2
2.3 Mengenai urf dan ‘adah
Dalam pengertian dan subtansi yang sama, terdapat
istilah ain dari al-'adah, yaitu al-'urf, yang secara harfiyah berarti suatu keadaan,
ucapan, perbuatan, atau ketentuan yang dikenal manusia dan telah menjadi
tradisi untuk melaksanakannya atau meninggalkannya.
االعرف هو ما
تعا رف عليه الناس واعتده فى اقوالهم وافعالهم حتى صار ذالك مطردا اوغا لبا
Urf adalah sesuatu yang dikenal oleh manusia dan mengulang-ngulangnya dalam
ucapannya, perbuatannya sampai hal tersebut menjadi biasa dan ketentuan umum.
Dari dua definisi di atas, ada unsur berulang-ulang dilakukan dan dalam
al-‘urf ada unsur (al-ma’ruf) dikenal sebagai sesuatau yang baik. Kata-kata
al-‘urf ada hubungannya dengan tata nilai di masyarakat yang dianggap baik oleh
masyarakat tetapi juga baik untuk dilakukan dan diucapkan. Hal ini erat
kaitannya dengan “al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy ‘an al-munkar” dalam
Al-Qur’an.
al-'adah atau
al-urf yang dapat dikatagorikan muhakkamah adalah budaya atau tradisi atau
kebiasaan dari sesuatu keadaan, ucapan, perbuatan, atau ketentuan yang memiliki
3 (tiga) ciri, yaitu :
1. Dianggap baik melakukan atau meninggalkannya oleh
manusia secara umum;
2. Dilakukan
atau ditinggalkannya secara terus-menerus dan berulang-ulang; dan
3. Tidak
bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Prof. Dr. H. Rachmat Syafe'i, MA., menjelaskan lebih
rinci bahwa suatu 'adah atau urf bisa diterima jika memenuhi syarat-syarat
berikut :
1. Tidak
bertentangan dengan syari'at;
2. Tidak
menyebabkan kemafsadatan dan tidak menghilangkan kemashlahatan;
3. Telah
berlaku pada umumnya orang muslim;
4. Tidak
berlaku dalam ibadah mahdlah;
5. Urf
tersebut sudah memasyarakat ketika akan ditetapkan hukumnya;
6. Tidak
bertentangan dengan yang diungkapkan dengan jelas
Bab
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan
makalah ini, kami menyimpulkan Kaidah fikih tenatang al ‘adah muhakkamah tentang
adat atau kebiasaan, dalam bahasa Arab terdapat dua istilah yang berkenaan
dengan kebiasaan yaitu al-‘adat dan al-‘urf. al-‘adah atau al-‘urf adalah Apa
yang dianggap baik dan benar oleh manusia secara umum yang dilakukan secara
berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan namun, terdapat penjelasan mengenai
suatu kebiasaan yang dsapat diambil sebagai hukum.
3.2 SARAN
Lebih dalam
memahami kaidah fikih yang merupakan titik temu dari berbagai masalah dalam
fikih..
DAFTAR
PUSTAKA
Djazuli, A, Kaidah-Kaidah Fikih (Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan
Masalah-Masalah yang Praktis), Jakarta: Kencana, 2007.
Hakim Abdul Hamid, Sullam juz tsani,
jakarta: Maktabah as-sa;diyah putra, 1927
ushulfikih.blogspot.com ›
Qawaid al-Fiqhiyyah
No comments:
Post a Comment