Nikah beda agama - SANTRI ENDONESA

Tiada Kata Terlambat Untuk Belajar

Breaking

Home Top Ad

W E L C O M E

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Wednesday, August 22, 2018

Nikah beda agama


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pernikahan merupakan babak baru untuk mengarungi kehidupan yang baru pula. maka pemilihan pasangan merupakan hal yang terpenting yang harus kita lakukan sebelum menikah. Karena pasangan yang kita pilih akan menentukan kehidupan kita selanjutnya.  Dalam pemilihan pasangan, seseorang akan memilih sesuai dengan kriteria masing-masing. seperti halnya seorang laki-laki mencari calon istri yang cantik, walaupun calon istrinya tersebut bukanlah seorang Muslimah. akan tetapi menurutnya hal tersebut bukanlah suatu masalah. karena kriteria dia hanyalah perempuan yang cantik. lalu, bagaimana mungkin keharmonisan akan tercapai jika agama yang dianut antara suami dan istri berbeda, apalagi jika nilai-nilai itu bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh istrinya?  maka, dalam hal ini Islam memberikan tuntunan kepada kita melalui Al Qur’an dan Hadits dalam memilih calon pasangan kita masing-masing agar kelak kehidupan kita sesuai dengan syari’at Islam dan terjalin hubungan yang harmonis diantara suami dan istri.

1.2    Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dari Nikah beda agama?
2.      Bagaimanakah hukum dari menikah beda agama?
3.      Bagaimana pendapat para Ulama’ tentang nikah beda Agama?

1.3    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari nikah beda agama
2.      Untuk mengetahui hukum dari menikah beda agama



BAB II
PEMBAHASAN
1.1.  Pengertian Nikah Beda Agama
Perkawinan antar agama, dapat diartikan sebagai perkawinan dua insan yang berbeda agama, kepercayaan atau paham.[1] Membicarakan perkawinan antar agama, penulis membatasinya hanya pada perkawinan seorang Muslim atau Muslimah dengan Ahlul Kitab (Yahudi, Nasani dan Majusi), perkawinan seorang Muslim atau Muslimah dengan orang Musyrik, dan perkawinan seorang Muslim atau Muslimah dengan orang Komunis.
Adapun hadits mengenai menikah dengan selain orang Muslim telah diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA, yakni :
حدثنا قتيبة,  حدثنا ليث عن نافع أن ابن عمر كان إدا سئل عن نكاح النصرانية واليهودية, قال : إن الله حرم المشركات على المؤمنين , ولا أعلم من اللإشراك شيأ أكبر من أن تقول المرأة : ربها عيسى , وهو عبد من عبادالله.
“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, Telah menceritakan kepada kami Laits dari Nafi’ bahwa sesunguhnya Ibnu Umar ketika beliau ditanyai mengenai menikahi kaum Nasrani dan Yahudi beliau berkata : “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan para perempuan Musyrik atas orang-orang Mukmin, dan aku tidak mengetahui sesuatu dari kesyirikan yang lebih besar dari seorang perempuan yang berkata : Tuhannya adalah Isa AS sedangkan dia adalah seorang hamba dari hamba-hamba Allah.”
Adapun makna kata (أكبر) mengisyaratkan bahwa orang Nasrani telah berkata : Adapun Isa Al-Masih adalah anak Allah, sedangkan orang Yahudi mereka telah berkata : ‘Uzair adalah anak Allah.[2]
Adapun Nash Al-Qur’an mengenai nikah beda agama ini telah diterangkan di surat Al-Baqarah ayat 221:
ولا تنكحوا المشركات حتى يؤمن ولأمة مؤمنة خير من مشركة ولوأعجبتكم ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خيرمن مشرك ولو أعجبكم أولئك يدعون النار والله يدعوا إلى الجنة والمغفرة بإد نه ويبين ءايتهه للناس لعلهم يتد كرون
“Dan janganlah kamu nikahi wanitawanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.. sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke syurga dan ampunan dengan izinnya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia, supaya mereka mengambil pelajaran”
Menurut Muhammad Ali Ash-shabuni yang dinamakan wanita musyrik adalah wanita yang menyembah berhala dan agama yang dianutnya bukanlah agama samawi( Yahudi dan Nasrani).[3]
Adapun mengenai sebab turunnya ayat diatas yakni yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Ruwahah. Dia mempunyai seorang budak yang bernama Sauda’ dan Abdullah marah kepadanya, lalu Abdullah menamparnya. kemudian dia ketakutan dan mendatangi Nabi SAW dan menceritakan kepada beliau mengenai kejadian tadi dan kemudian Nabi bersabda: siapakah dia wahai Abdullah? kemudian Abdullah berkata: ya Rasulullah sesungguhnya dia adalah seorang wanita yang berpuasa, shalat, membaguskan wudhu’ dan bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya engkau adalah utusan-Nya. Kemudian Rasulullah bersabda: Wahai Abdullah, dia adalah seorang wanita mu’min. Abdullah berkata: Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, sungguh aku akan memerdekakan dia dan akan menikahi dia. kemudian Abdullah melakukannya. maka hal itu menjadi aib dikalangan orang-orang Muslim dan mereka berkata: Abdullah telah menikahi budaknya. adapun, orang-orang Muslim menyukai untuk menikah dengan wanita Musyrik karena pangkatnya. maka turunlah ayat ini. [4]
Sebelum hukum syara’ dalam masalah ini dijelaskan, golongan wanita non-Muslim dan sandaran syara’ masing-masing perlu dijelaskan. Mereka terdiri dari golongan wanita Musyrik, Mulhidah, Murtad, dan wanita ahli Kitab.
Dalam pandangan agama, seorang Musyrik adalah seseorang yang mempercayai bahwa ada Tuhan selain Allah atau seseorang yang melakukan aktivitas yang bertujuan utama ganda, pertama kepada Allah dan kedua kepada selain-Nya. dengan demikian, semua yang mempersekutukan-Nya dari sudut pandang ini adalah Musyrik. Orang-orang kristen yang percaya kepada tuhan bapak dan tuhan anak dinilai musyrik menurut pandangan diatas. [5]
Wanita Mulhidah adalah wanita yang tidak beriman dengan agama manapun. Dia tidak mengakui hal-hal yang menyangkut Ketuhanan, kenabian, kitab dan adanya hari kiamat. Yang termasuk wanita Mulhidah adalah wanita Murtad, yaitu wanita yang keluar dari agama Islam setelah dia mengimaninya, baik dia memeluk agama lain atau dia tidak memeluk agama manapun.[6]
Adapun alasan utama larangan pernikahan dengan non-Muslim adalah perbedaan iman, karena perbedaan iman akan berdampak pada kehidupan rumah tangga .

1.2.  Hukum Mengenai Nikah Beda Agama
  Adapun pendapat mayoritas jumhur ulama mengenai nikah beda agama yakni:
Pertama, seorang pria muslim tidak dibolehkan menikahi wanita non Muslim yang menganut paganisme atau politeis. Juga, tidak boleh menikahi wanita yang dalam agamanya tidak punya kitab suci, atau wanita yang ateis. Dalilnya Al-Qur’an : 221. Diantara alasannya adalah tidakcocokan secara prinsip paling dasar dalam ideologi, yang bisa berpengaruh pada psikologi dan nantinya pada rumah tangga.
Namun demikian, disini ada catatan penting yang harus kita camkan, bahwa sesungguhnya perempuan muslimah yang komitmen dan bersungguh-sungguh degan agamanya tentu lebih utama dibangding seorang muslimah yang hanya mewarisi keislamannya dari kedua orangtuanya. Rasulullah saw. Mengajarkan kepada kita tentang hal ini dalam sabdanya:
حدثنا مسدد, حدثنا يحيى عن عبيد الله, قال : حدثني سعيد بن ابي سعيد عن أبيه عن أبي هريره, رضي الله عنه, عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : (تنكح المرأة لأربع : لمالها, ولحسبحا, وجمالها, ولدينها, فأظفر بدات الدين تربت يداك )
telah bercerita kepada kami Musaddad, telah bercerita kepada kami Yahya bin Ubaidillah, Beliau berkata: telah bercerita kepadaku Sa’id bin Abu Sa’id dari ayahnya dari Abu Hurairah ra dari Nabi SAW, Beliau bersabda: seorang wanita dinikahi karena 4 hal: karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah dari segi agamanya, maka kamu akan beruntung.[7]

Kedua, pria muslim diperbolehkan menikahi wanita ahlul kitab, dalam hal ini Nasrani dan Yahudi (QS.Al-Maidah ayat 5):
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالإيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik, makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal (pula) baginya. (dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara orang-orang wanita-wanita yang beriman. Dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-kitab sebelum kamu,, bila engkau telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, bukan dengan maksud berzina dan bukan (pula) menjadikan sebagai gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerimam hukum-hukum Islam), maka terhauslah amalnya di hari akhirat dan termasuk orang-orang yang merugi” (QS. Al-Maidah :5)
             Dan pernikahan model ini, dipraktekkan beberapa sahabat besar semisal Khalifah Utsman bin Affan, Saad bin Abi Waqash, juga Khuzaifah bin Al-Yaman.
  Perihal apakah wanita Nasrani dan Yahudi saat ini masih dianggap ahlul kitab? Jawabannya adalah : ya, masih. Jadi, sah menikahi mereka (soal risiko rumah tangga setelah itu, bukan bahasan fiqih). Tiga mazhhab tak memberi syarat apapun. Hanya kelompok ulama dalam madzhab Syafi’i yang memberikan persyaratan agak ketat soal menikahi wanita ahlul kitab, yaitu harus dilihat nenek moyangnya dulu, apa termasuk yang beragama Nasrani/Yahudi setelah diubah atau tidak.
Hal Ini tentu saja sulit, lagi pula, ajaran Nasrani atau Yhudi sudah muharrof  (diubah) jauh sejak Islam belum ada. Maka, pendapat tiga madzhab lebih kuat. Artinya,, sah-sah sajaj jika saat ini ada pria Muslim menikah dengan wanita Nasrani atau Yahudi.
  Ketiga, wanita Muslimah secar Ijmak tidak dibolehkan menikah dengan pria non-muslim, baik ahlul kitab atau atau yang lain. Dan dalil ijmak ini memperkuat dalil Qur’an ayat 2:221, 60:10, dan ditegaskan juga oleh 4:141.
Dalam QS. Al-mumtahanah, Allah berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا جَآءَكُمُ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتُ مُهَٰجِرَٰتٖ فَٱمۡتَحِنُوهُنَّۖ ٱللَّهُ أَعۡلَمُ بِإِيمَٰنِهِنَّۖ فَإِنۡ عَلِمۡتُمُوهُنَّ مُؤۡمِنَٰتٖ فَلَا تَرۡجِعُوهُنَّ إِلَى ٱلۡكُفَّارِۖ لَا هُنَّ حِلّٞ لَّهُمۡ وَلَا هُمۡ يَحِلُّونَ لَهُنَّۖ وَءَاتُوهُم مَّآ أَنفَقُواْۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ أَن تَنكِحُوهُنَّ إِذَآ ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّۚ وَلَا تُمۡسِكُواْ بِعِصَمِ ٱلۡكَوَافِرِ وَسَۡٔلُواْ مَآ أَنفَقۡتُمۡ وَلۡيَسَۡٔلُواْ مَآ أَنفَقُواْۚ ذَٰلِكُمۡ حُكۡمُ ٱللَّهِ يَحۡكُمُ بَيۡنَكُمۡۖ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ١٠
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

          Salah satu keterangan yang dapat diambil dalam ayat ini, yaitu larangan Allah agar perempuan Muslimah tidak dikawini oleh Ahlul Kitab (orang-orang kafir), karena dikhawatirkan akan dipengaruhi meninggalkan agamanya. Agama Islam meninjau terlalu besar kemungkinan terjadinya hal tersebut, karena suamilah yang menjadi pemimpin dalm rumah tangganya. Tentu saja, ia dapat menggunakan hak otoritasnya sebagai suami untuk mengajak keluarga-keluarganya menganut keyakinannya.
Adapun yang keempat yakni Agama Islam tidak membolehkan penganutnya yang perempuan dikawin oleh laki-laki musyrik dan mulhid (atheis). Hal ini berdasarkan juga pada surah Al-Baqarah: 221 dan surat Al-Mumtahanah:10 di muka. Larangan dalam qur’an ini bermaksud agar istri yang beragama Islam tidak dipengaruhi oleh suaminya yang kafir meninggalkan agamanya.[8]
1.3.  Pendapat Ulama’ Tentang Nikah Beda Agama
Masalah pernikahan beda agama, telah mendapat perhatian serius para Ulama di tanah air. Majelis Ulama’ Indonesia(MUI) dalam musyawaroh nasional II pada 1980telah menetapkan fatwa tentang pernikahan beda agama. MUI menetapkan dua keputusan terkait pernikahan beda agama.
Pertama, para ulama di tanah air memutuskan bahwa pernikahan perempuan muslim dengan laki-laki non-muslim hukumnya haram. Kedua, seorang laki-laki muslim diharamkan menikahi wanita bukan muslim. Pernikahan antara laki-laki muslim dengan wanita ahlul kitab memang terdapatperbedaan pendapat. Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadadnya lebih besar dari maslahatnya, MUI memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya haram. Ungkap dewan pimpinan Munas II MUI, Prof Hamka, dalam fatwa itu.
Dalam memutskan fatwanya, MUI menggunakan Al-qur’an dan Hadist sebagai dasar hukum, “Dan janganlah kamu nikahi wanita –wanitamusyrik hingga meraka beriman(masuk islam). Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahi wanita orang- orang musyrik(dengan wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman, sesungguhnya budak mukmin lebih baik dari orang musyrik, meskipun ia menarik hatimu….”( QS: al-Baqarah:221).
Sedangkan, hadis yang dijadikan dalil adalah sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Tabrani: “ Barang siapa telah kawin, ia telah memelihara bagian dari imannya,karena itu, hendaknya ia takwa (takut) kepada allahh dalam bagian yang lain”.
Ulamak Nahdloyun Ulama (NU) telah menetapkan fatwa terkait nikah beda agama. Fatwa itunditetapkan dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada akhir November 1989. Ulama NU dalam fatwanya menegaskan bahwa nikah antara dua orang yang berlainan agama d Indonesia hukumnya tidak sah.





 











BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
                 Adapun yang dinamakan dengan nikah beda agama adalah pernikahan dua orang insan yang berbeda dalam segi keyakinan, agama dan pemahaman.
                         Hukum dari nikah beda agama itu diperbolehkan apabila seorang laki-laki Muslim menikahi wanita Ahl-Kitab dengan persyaratan wanita Ahl-Kitab itu adalah seseorang yang menjaga diri dari zina sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 5. Dan diharamkan menikahi selain wanita Ahl-Kitab seperti Majusi, mulhidah. Juga diharamkan laki-laki Non-Muslim menikahi wanita Muslimah. Sedangkan menurut pendapat para Fuqaha’ dari Madzhab Hanafi adalah haram jika wanita Ahlu-Kitab yang dinikahi berada dalam daerah permusushan. menurut Syafi’iyah adalah makruh mutlak.
       Menurut fatwa MUI juga mengharamkan dua orang beda agama menikah. Ulama NU juga sudah menetapkan fatwa tersebut dalam muktamar ke- 28 d Yogyakarta pada akhir November 1989.








DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shabuni. 2001.  Rawai’ul Bayan Tafsir Ayatil Ahkam Min Al-Quran. Jakarta : Dar Al-Kitab Al-Islamiah
M.quraish Shihab. 2002. Tafsir Al-Misbah volume 1. Jakarta : Lentera Hati
Mahjuddin. 2012. Masail Al-fiqh, cet. Ke-2. Jakarta : Radar Jaya Offset.
Syekh Badruddin Abu Muhammad Mahmud. 2005. ‘Umdatul Qari Juz 14. Beirut :         Dar Al-Fikr
Yusuf Qardhawi. 1995. Problematika Islam Masa Kini. Bandung : Trigenda Karya
Yusuf Qardhawi. 2003.  Halal Haram dalam Islam, cet. Ke-3. Solo : Era Intermedia




[1]Mahjuddin, Masail Al-fiqh, cet. Ke-2, (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2012), hal.44
[2] Syekh Badruddin Abu Muhammad Mahmud, ‘Umdatul Qari Juz 14, (Beirut: Dar Al-Fikr,2005),287.
[3] Ash-Shabuni, Rawai’ul Bayan Tafsir Ayatil Ahkam Min Al-Quran, (Jakarta: Dar Al-Kitab Al-Islamiah,2001),221.
[4] Ash-Shabuni, Rawai’ul Bayan Tafsir Ayatil Ahkam Min Al-Quran, 222
[5] M.quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah volume 1, (Jakarta:Lentera Hati, 2002),473
[6] Yusuf Qardhawi, Problematika Islam Masa Kini, (Bandung:Trigenda Karya, 1995), 510
[7] Syekh Badruddin Abu Muhammad Mahmud, ‘Umdatul Qari Juz 14,5
[8] Yusuf Qardhawi, Halal Haram dalam Islam, cet. Ke-3,260

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages